1. Pegadaian Syariah, Bagian Terintegrasi dari Bisnis Perum Pegadaian
1.1.Pegadaian dari Masa ke Masa
Gadai merupakan suatu hak, yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang dijadikan sebagai jaminan pelunasan atas hutang. Dan Pegadaian merupakan “trademark” dari lembaga Keuangan milik pemerintah yang menjalankan kegiatan usaha dengan prinsip gadai.
Bisnis gadai melembaga pertama kali di Indonesia sejak Gubernur jenderal VOC Van Imhoff mendirikan Bank Van Leening. Meskipun demikian, diyakini bahwa praktik gadai telah mengakar dalam keseharian masyarakat Indonesia. Pemerintah sendiri baru mendirikan lembaga gadai pertama kali di Sukabumi Jawa Barat, dengan nama Pegadaian, pada tanggal 1 April 1901 dengan Wolf von Westerode sebagai Kepala Pegadaian Negeri pertama, dengan misi membantu masyarakat dari jeratan para lintah darat melalui pemberian uang pinjaman dengan hukum gadai.Seiring dengan perkembangan zaman, Pegadaian telah beberapa kali berubah status mulai sebagai Perusahaan Jawatan ( 1901 ), Perusahaan di Bawah IBW (1928), Perusahaan Negara (1960), dan kembali ke Perjan di tahun 1969. Baru di tahun 1990 dengan lahirnya PP10/1990 tanggal 10 April 1990, sampai dengan terbitnya PP 103 tahun 2000, Pegadaian berstatus sebagai Perusahaan Umum (PERUM) dan merupakan salah satu BUMN dalam lingkungan Departemen Keuangan RI hingga sekarang,
1.2. Kegiatan Usaha Perum Pegadaian
Sesuai dengan PP103 tahun 2000 pasal 8, Perum Pegadaian melakukan kegiatan usaha utamanya dengan menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai serta menjalankan usaha lain seperti penyaluran uang pinjaman berdasarkan jaminan fidusia, layanan jasa titipan, sertifikasi logam mulia dan batu adi, toko emas, industri emas dan usaha lainnya. Sejalan dengan kegiatannya, Pegadaian mengemban misi untuk ;
1. turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah
2. menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba dan pinjaman tidak wajar lainnya.
Kegiatan usaha Pegadaian dijalankan oleh lebih dari 730 Kantor Cabang PERUM Pegadaian yang tersebar di seluruh Indonesia. Kantor Cabang tersebut dikoordinasi oleh 14 Kantor Wilayah yang membawahi 26 sampai 75 kantor Cabang. Perum Pegadaian secara Nasional berada di bawah kepemimpinan Direksi.
1.3. Lahirnya Pegadaian Syariah
Terbitnya PP/10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP103/2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Alloh SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha syariah..
Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah/ Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian Syariah pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah ( ULGS) Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama pula, 4 Kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian Syariah.
1.3.1. Pegadaian Syariah di Batam
ULGS Batam berada dalam lingkup koordinasi Kantor Wilayah II Padang bersama dengan 50 kantor Cabang lainya yang tersebar di provinsi Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bangka Belitung, Bengkulu, Jambi dan Riau. Di Batam sendiri telah berdiri 4 kantor Cabang Pegadaian Konvensional ( non Syariah ) yaitu di Sei Jodo, Bengkong, Penuin dan Batu Aji. Baru kemudian, pada tanggal 10 November 2003 Kantor Unit Layanan Gadai Syariah mulai melakukan uji coba operasi di Sungai Panas, Jl Laksamana Bintan, Kompleks Bumi Riau makmur Blok C 8, dan melayani permintaan masyarakat yang ingin menggadaikan barang bergeraknya. Alhamdulilah ULGS telah mampu melayani nasabah yang berasal dari 19 kelurahan di wilayah Batam. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan ULGS telah dapat diterima di tengah masyarakat.
2. Operasionalisasi Pegadaian Syariah
Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian konvensional. Seperti halnya Pegadaian konvensional , Pegadaian Syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak.Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama ( kurang lebih 15 menit saja ). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat.
Di samping beberapa kemiripandari beberapa segi, jika ditinjau dari aspek landasan konsep; teknik transaksi; dan pendanaan, Pegadaian Syariah memilki ciri tersendiri yang implementasinya sangat berbeda dengan Pegadaian konvensional. Lebih jauh tentang ketiga aspek tersebut, dipaparkan dalam uraian berikut.
2.1. Landasan Konsep
Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi SAW. Adapun landasan yang dipakai adalah :
Quran Surat Al Baqarah : 283
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan
Hadist
Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda : Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi. HR Bukhari dan Muslim
Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW bersabda : Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung risikonya. HR Asy’Syafii, al Daraquthni dan Ibnu Majah
Nabi Bersabda : Tunggangan ( kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan bintanag ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan. HR Jamaah, kecuali Muslim dan An Nasai
Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda : Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki ( oleh yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya ( menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya. HR Jemaah kecuali Muslim dan Nasai-Bukhari
Di samping itu, para ulama sepakat membolehkan akad Rahn ( al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985,V:181)
Landasan ini kemudian diperkuat dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Ketentuan Umum :
1. Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan Marhun ( barang ) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.
3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5. Penjualan marhun
A. Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.
B. Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi.
C. Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
D. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.
b. Ketentuan Penutup
1. Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya.
2.2. Teknik Transaksi
Sesuai dengan landasan konsep di atas, pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan di atas dua akad transaksi Syariah yaitu.
1. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah.
2. Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukad akad
rukun dari akad transaksi tersebut meliputi :
a. Orang yang berakad : 1) Yang berhutang (rahin) dan 2) Yang berpiutang (murtahin).
b. Sighat ( ijab qabul)
c. Harta yang dirahnkan (marhun)
d. Pinjaman (marhun bih)
Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai berikut : Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Pegadaian Syariah akan memperoleh keutungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman.. Sehingga di sini dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya sebagai ‘lipstick’ yang akan menarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di Pegadaian.
Adapun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut meliputi :
1. Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil seperti murtahin mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.
2. Marhun Bih ( Pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut. Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu.
3. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya,milik sah penuh dari rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.
4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang dirahnkan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
5. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi,biaya penyimpanan,biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.
Untuk dapat memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah, masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya ( emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf Penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa simpan) dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90% dari nilai taksiran barang.
Setelah melalui tahapan ini, Pegadaian Syariah dan nasabah melakukan akad dengan kesepakatan :
1. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum empat bulan .
2. Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp 90,- ( sembilan puluh rupiah ) dari kelipatan taksiran Rp 10.000,- per 10 hari yang dibayar bersamaan pada saat melunasi pinjaman.
3. Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Pegadaian pada saat pencairan uang pinjaman.
Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk
o melakukan penebusan barang/pelunasan pinjaman kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan,
o mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah bea administrasi,
o atau hanya membayar jasa simpannya saja terlebih dahulu jika pada saat jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.
Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya membayar jasa simpan, maka Pegadaian Syarian melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang kelebihan yang menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk mengambil Uang kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah akan menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS.
1.3. Pendanaan
Aspek syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan Bank Muamalat sebagai fundernya, ke depan Pegadaian juga akan melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan syariah lain untuk memback up modal kerja.
Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari teknik transaksi Pegadaian Syariah dibandingkan dengan Pegadaian konvensional, yaitu
1. Di Pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman.
2. Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian : hutang piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan Pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 178 TAHUN 1961
TENTANG
PENDIRIAN PERUSAHAAN NEGARA PEGADAIAN
NOMOR 178 TAHUN 1961
TENTANG
PENDIRIAN PERUSAHAAN NEGARA PEGADAIAN
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang :
a. perlu segera melaksanakan Undang-undang Nomor 19 Prp. tahun 1960 tentang Perusahaan Negara terhadap perusahaan milik negara yang berada dibawah lingkungan Departemen Keuangan.
b. bahwa behubung dengan itu perlu didirikan suatu Perusahaan negara menurut Undang-undang Nomor 19 Prp. tahun 1960 tersebut yang berusaha dalam lapangan perkreditan tasa dasar hukum gadai (Staatsblad 1847 Nomor 23 jis Staatsblad Nomor 402 dan tambahan-tambahannya serta Staatsblad 1921 Nomor 28):
b. bahwa behubung dengan itu perlu didirikan suatu Perusahaan negara menurut Undang-undang Nomor 19 Prp. tahun 1960 tersebut yang berusaha dalam lapangan perkreditan tasa dasar hukum gadai (Staatsblad 1847 Nomor 23 jis Staatsblad Nomor 402 dan tambahan-tambahannya serta Staatsblad 1921 Nomor 28):
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar;
2. Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Prp. tahun 1960 tentang Perusahaan Negara (Lembaran-Negara tahun 1960 Nomor 59);
3. Undang-undang Nomor 10 Prp. tahun 1960;
Mendengar :
Musyawarah Kabinet Kerja pada tanggal 6 Oktober 1960;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN NEGARA PEGADAIAN.
BAB I.
PENDIRIAN
Pasal 1.
(1) Dengan nama Perusahaan Negara Pegadaian, selanjutnya disebut P.N. Pegadaian, didirikan suatu perusahaan negara sebagai termaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Prp tahun 1960 tentang Perusahaan Negara.
(2) Perusahaan milik negara yang namanya disebut dibawah ini: Jawatan Pegadaian Negara yang ditunjuk sebagai perusahaan dalam arti pasal 2 "Indische Bedreijvenwet" dan berkedudukan di Jakarta, dengan ini dilebur kedalam perusahaan tersebut dalam ayat (1). *15495 (3) Segala hak dan kewajiban, kekayaan dan perlengkapan serta usaha dari Jawatan Pegadaian Negara beralih kepada perusahaan tersebut dalam ayat (1).
(4) Pelaksanaan peleburan serta pengalihan dalam ayat (2) dan ayat (3) diatur oleh Menteri Keuangan.
BAB II.
ANGGARAN DASAR.
Ketentuan Umum.
Pasal 2.
(1) P.N. Pegadaian adalah badan hukum, yang berhak melakukan usaha-usaha berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. (2) Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
a. "Pemerintah" ialah Presiden Republik Indonesia; b. "Menteri" ialah Menteri Keuangan; c. "Perusahaan" ialah P.N. Pegadaian; d. "Direksi" ialah Direksi P.N. Pegadaian; e. "B.P.U." ialah Badan Pimpinan Umum Perkreditan/Tabungan sebagai termaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 179 tahun 1961.
Pasal 3.
Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, maka terhadap Perusahaan berlaku segala macam hukum Indonesia.
Tempat Kedudukan.
Pasal 4.
Perusahaan berkedudukan dan berkantor-pusat di Jakarta dan dapat mempunyai kantor cabang dan kantor perwakilan di dalam negeri.
Tujuan dan Lapangan Usaha.
Pasal 5.
Tujuan Perusahaan ialah untuk turut membangun ekonomi nasional dibidang perkreditan dengan dasar hukum gadai sesuai dengan ekonomi terpimpin, dengan mengutamakan kebutuhan rakyat dan ketenteraman serta kesenangan kerja dalam Perusahaan, .menuju masyarakat adil dan makmur materiil dan spirituil.
Pasal 6.
Perusahaan berusaha dalam lapangan perkreditan atas dasar hukum gadai dengan tanggungan barang-barang gerak dengan cara yang mudah, cepat, aman dan hemat, sehingga dengan demikian ikut serta mencegah adanya lintah darat, ijon, pegadaian gelap dan praktek riba lainnya.
Modal.
Pasal 7.
(1) Modal Perusahaan ialah jumlah selisih dari nilai aktiva dan nilai passiva dari perusahaan milik negara yang dilebur seperti dimaksud dalam pasal 1 *15496 dan yang menurut neraca pembukaan sementara yang dilampirkan pada Peraturan Pemerintah ini berjumlah Rp. 4.600.000.000,- (empat milyard enamratus juta rupiah).
(2) Modal ini dapat ditambah dengan ketentuan Peraturan Pemerintah.
(3) Perusahaan mempunyai cadangan umum yang dibentuk dan dipupuk menurut ketentuan dalam pasal 22 ayat (1).
(4) Perusahaan tidak mengadakan cadangan diam dan/atau cadangan rahasia.
Pimpinan.
Pasal 8.
(1) Perusahaan dipimpin oleh suatu Direksi yang terdiri dari seorang Presiden-Direktur dengan dibantu oleh sebanyak-banyaknya 4 orang Direktur yang bertanggung-jawab atas bidangnya masing-masing.
(2) Presiden Direktur bertanggung-jawab kepada Menteri dan para Direktur bertanggung-jawab kepada Presiden-Direktur.
(3) Gaji dan penghasilan lain para anggota Direksi ditetapkan oleh Menteri dengan mengingat ketentuan yang ditetapkan dengan atau berdasarkan Undang-undang.
Pasal 9.
Anggota Direksi adalah warga negara Indonesia.
Pasal 10.
1) Antara anggota Direksi tidak boleh ada hubungan keluarga sampai derajat ketiga, baik menurut garis lurus maupun garis kesamping, termasuk menantu dan ipar, kecuali jika diizinkan oleh Pemerintah. Jika sesudah pengangkatan mereka masuk periparan yang terlarang itu, maka untuk dapat melanjutkan jabatannya diperlukan izin Pemerintah.
(2) Anggota Direksi tidak boleh merangkap jabatan lain, kecuali dengan izin Menteri. Tidak termasuk dalam hal ini jabatan yang dipikulkan oleh Pemerintah kepadanya.
(3) Anggota Direksi tidak boleh mempunyai kepentingan pribadi langsung atau tidak langsung dalam perkumpulan/perusahaan lain yang berusaha dalam lapangan yang bertujuan mencari laba.
Pasal 11
(1) Anggota Direksi diangkat oleh Pemerintah atas usul Menteri untuk selama-lamanya 5 tahun. Setelah waktu itu berakhir anggota yang bersangkutan dapat diangkat kembali.
(2) Dalam hal-hal dibawah ini Pemerintah dapat memberhentikan anggota Direksi, meskipun waktu tersebut dalam ayat (1) belum berakhir:
- atas permintaan sendiri;
- karena tindakan yang merugikan Perusahaan;
- karena tindakan atau sikap yang bertentangan dengan kepentingan Negara;
- karena meninggal dunia.
(3) Pemberhentian karena alasan tersebut dalam ayat (2) sub b dan sub c, jika merupakan suatu pelanggaran dari peraturan hukum pidana, merupakan pemberhentian tidak dengan hormat.
(4) Sebelum pemberhentian karena alasan tersebut dalam ayat (2) sub b dan sub c dilakukan, anggota Direksi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri, hal mana harus dilaksanakan dalam waktu satu bulan setelah anggota Direksi yang bersangkutan diberitahukan tentang niat akan pemberhentian itu oleh Menteri.
(5) Selama persoalan tersebut dalam ayat (4) belum diputus, maka Menteri dapat memberhentikan untuk sementara waktu anggota Direksi yang bersangkutan. Jika dalam waktu dua bulan setelah pemberhentian sementara dijatuhkan belum ada keputusan mengenai pemberhentian anggota Direksi berdasarkan ayat (3), maka pemberhentian sementara itu menjadi batal dan anggota Direksi yang bersangkutan dapat segera menjalankan jabatannya lagi, kecuali bilamana untuk keputusan pemberhentian tersebut diperlukan keputusan pengadilan, dalam hal itu harus diberitahukan kepada yang bersangkutan.
Pasal 12.
(1) Direksi mewakili Perusahaan didalam dan diluar pengadilan.
(2) Direksi dapat menyerahkan kekuasaan mewakili tersebut dalam ayat (1) kepada anggota Direksi yang khusus ditunjuk untuk itu atau kepada seorang/beberapa orang pegawai perusahaan, baik sendiri maupun bersama-sama, atau kepada orang/badan lain.
Pasal 13.
(1) Direksi menentukan kebijaksanaan Perusahaan.
(2) Direksi mengurus dan menguasai kekayaan Perusahaan.
(3) Tata-tertib dan cara menjalankan pekerjaan Direksi diatur dalam suatu peraturan yang ditetapkan oleh Direksi.
Hubungan Perusahaan Dengan B.P.U.
Pasal 14.
(1) Mengawasi pekerjaan menguasai dan mengurus Perusahaan dilakukan oleh B.P.U.
(2) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam ayat (4), B.P.U. menetapkan sifat hubungan, pembagian tugas dan pekerjaan antara Perusahaan dan B.P.U.
(3) Keputusan B.P.U. dimaksud dalam ayat (2) mengikat Perusahaan.
(4) Untuk dapat melakukan tindakan serta tindakan hukum tersebut dibawah ini Direksi harus mendapat persetujuan tertulis lebih dahulu dari B.P.U. ialah:
a. mendirikan atau menutup kantor cabang dan kantor perwakilan didalam negeri;
b. mengadakan perjanjian yang mengikat Perusahaan untuk masa lebih dari 3 tahun;
c. memperoleh atau memindahtangankan barang-barang gerak Perusahaan yang bernilai lebih dari suatu jumlah yang ditetapkan dalam suatu peraturan B.P.U.;
d. memperoleh, memindahtangankan atau memberatkan barang-barang takgerak Perusahaan;
e. mengadakan perjanjian kredit yang jumlahnya untuk tiap cabang melebihi Rp.
5.000.000,- (lima juta rupiah);
f. mengadakan perjanjian yang disertai dengan pengikatan Perusahaan sebagai jaminan;
g. mengadakan perubahan dalam tingkat bunga;
h. menguasai dan mengurus cadangan umum yang dimaksud dalam pasal 7 ayat (3).
Pasal 15.
Pembiayaan B.P.U. dibebankan pada Perusahaan.
Tanggung Jawab dan Tuntutan Ganti Rugi Pegawai.
Pasal 16.
(1) Semua pegawai Perusahaan, termasuk anggota Direksi dalam kedudukan selaku demikian, yang tidak dibebani tugas penyimpanan uang, surat-surat berharga dan barang-barang persediaan, yang karena tindakan melawan hukum atau karena melalaikan kewajiban dan tugas yang dibebankan kepada mereka dengan langsung atau tidak langsung telah menimbulkan kerugian bagi Perusahaan, diwajibkan mengganti kerugian tersebut.
(2) Ketentuan-ketentuan tentang tuntutan ganti rugi terhadap pegawai negeri berlaku sepenuhnya terhadap pegawai Perusahaan, termasuk anggota Direksi dalam kedudukan selaku demikian.
(3) Semua pegawai Perusahaan yang dibebani tugas penyimpanan, pembayaran atau penyerahan uang dan surat-surat berharga milik Perusahaan dan barang-barang persediaan milik Perusahaan yang disimpan didalam gudang atau tempat penyimpanan yang khusus dan semata-mata digunakan untuk keperluan itu diwajibkan memberikan pertanggungan-jawab tentang pelaksanaan tugasnya kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
(4) Pegawai termaksud pada ayat (3) tidak perlu mengirimkan pertanggungan-jawab mengenai cara pengurusannya kepada Badan Pemeriksa Keuangan. Tuntutan terhadap pegawai tersebut dilakukan menurut ketentuan yang ditetapkan bagi pegawai bendaharawan, yang oleh Badan Pemeriksa Keuangan dibebaskan dari kewajiban mengirimkan pertanggungan jawab mengenai cara mengurusnya.
(5) Semua surat bukti dan surat lainnya, bagaimanapun juga sifatnya, yang termasuk bilangan tata-buku dan administrasi Perusahaan, disimpan ditempat Perusahaan atau ditempat lain yang ditunjuk oleh Menteri, kecuali jika untuk sementara dipindahkan ke Badan Pemeriksa Keuangan, dalam hal dianggapnya perlu untuk kepentingan suatu pemeriksaan.
(6) Untuk keperluan pemeriksaan bertalian dengan penetapan pajak dan kontrole akuntan pada umumnya surat bukti dan surat lainnya dimaksud pada ayat (5) untuk sementara dipindahkan ke Jawatan Akuntan Negara.
*15499 Kepegawaian.
Pasal 17.
Direksi mengangkat dan memberhentikan pegawai perusahaan menurut peraturan kepegawaian yang disetujui oleh Menteri berdasarkan peraturan pokok kepegawaian yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Tahun Buku.
Pasal 18.
Tahun buku Perusahaan adalah tahun takwin.
Anggaran Perusahaan.
Pasal 19.
(1) Selambat-lambatnya tiga bulan sebelum tahun buku baru mulai berlaku, maka oleh Direksi dikirimkan anggaran Perusahaan kepada B.P.U. untuk dimintakan persetujuan Menteri.
(2) Kecuali apabila Menteri mengemukakan keberatan atau menolak proyek yang dimuat didalam anggaran Perusahaan sebelum menginjak tahun buku baru, maka anggaran tersebut berlaku sepenuhnya.
(3) Anggaran tambahan atau perubahan anggaran yang terjadi dalam tahun buku yang bersangkutan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri.
Laporan Perhitungan Hasil Usaha Berkala dan Kegiatan Perusahaan.
Pasal 20.
Laporan perhitungan hasil usaha berkala dan kegiatan Perusahaan dikirim oleh Direksi kepada Menteri dan B.P.U. menurut cara dan waktu yang ditetapkan oleh
B.P.U.
B.P.U.
Laporan Perhitungan tahunan.
Pasal 21.
(1) Untuk tiap tahun buku oleh Direksi disusun perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca dan perhitungan laba-rugi. Neraca dan perhitungan laba-rugi tersebut dikirimkan kepada B.P.U. untuk disampaikan kepada Menteri dan Badan Pemeriksa Keuangan menurut cara dan waktu yang ditetapkan oleh B.P.U.
(2) Cara penilaian pos dalam perhitungan tahunan harus disebutkan.
(3) Jika dalam waktu dua bulan sesudah menerima perhitungan tahunan itu oleh Menteri tidak diajukan keberatan tertulis maka perhitungan tahunan itu dianggap telah disahkan.
(4) Perhitungan tahunan disahkan oleh Menteri; pengesahan termaksud memberi pembebasan kepada Direksi terhadap segala sesuatu yang termuat dalam perhitungan tahunan tersebut.
Penggunaan Laba.
Pasal 22.
(1) Penggunaan laba bersih, setelah terlebih dahulu dikurangi dengan penyusutan dan cadangan tujuan dan pengurangan lain yang wajar dalam perusahaan, ditetapkan sebagai berikut: a. dana pembangunan semesta sebesar 55%;
b. cadangan umum 20%, sampai cadangan umum tersebut mencapai jumlah dua kali jumlah modal Perusahaan, sosial dan pendidikan 7 %, jasa produksi 8%, sumbangan dana pensiun dan sokongan pegawai 7% dan sumbangan ganti rugi 3%.
(2) Penggunaan laba untuk cadangan umum dan ganti rugi setelah tercapai tujuannya dapat dialihkan kepada penggunaan lain dengan Peraturan Pemerintah.
(3) Cara mengurus dan menggunakan dana penyusutan dan cadangan tujuan termaksud dalam ayat (1) ditentukan dengan peraturan Menteri.
Pembubaran.
Pasal 23.
(1) Pembubaran Perusahaan dan penunjukan likwidaturnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
(2) Semua kekayaan Perusahaan setelah diadakan likwidasi menjadi milik negara.
(3) Pertanggungan-jawab likwidasi oleh likwidatur dilakukan kepada Menteri yang memberi pembebasan tanggung-jawab tentang pekerjaan yang telah diselesaikan olehnya.
BAB III
Ketentuan Penutup.
Pasal 24.
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 25.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari ditetapkan dan berlaku surut hingga tanggal 1 Januari - 1961.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan, Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Mei 1961
Pejabat Presiden Republik Indonesia,
DJUANDA
pada tanggal 3 Mei 1961
Pejabat Presiden Republik Indonesia,
DJUANDA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 3 Mei 1961
Pejabat Sekretaris Negara,
SANTOSO
TENTANG
PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN UMUM (PERUM)
PEGADAIAN MENJADI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
pada tanggal 3 Mei 1961
Pejabat Sekretaris Negara,
SANTOSO
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 51 TAHUN 2011
NOMOR 51 TAHUN 2011
TENTANG
PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN UMUM (PERUM)
PEGADAIAN MENJADI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa dalam rangka lebih meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan penyaluran pinjaman khususnya kepada masyarakat menengah ke bawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (Perjan) Pegadaian Menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian, sebagaimana telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian, perlu mengubah bentuk badan hukum Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian menjadi Perusahaan Perseroan (Persero);
| |||
b.
|
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara, perubahan bentuk badan hukum ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
| |||||
c.
|
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian menjadi Perusahaan Perseroan (Persero);
| |||||
Mengingat
|
:
|
1.
|
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
| |||
2.
|
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);
| |||||
3.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan dan Perubahan Bentuk Badan Hukum Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4554);
| |||||
MEMUTUSKAN :
| ||||||
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEGADAIAN MENJADI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO).
| ||||
Pasal I
| ||||||
(1)
|
Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (Perjan) Pegadaian Menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian yang telah diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian, diubah bentuk badan hukumnya menjadi Perusahaan Perseroan [Persero] sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yang dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Perusahaan Perseroan (Persero).
| |||||
(2)
|
Perubahan bentuk badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan:
| |||||
a.
|
seluruh kekayaan, hak dan kewajiban Perum Pegadaian menjadi kekayaan, hak dan kewajiban Perusahaan Perseroan (Persero);
| |||||
b.
|
seluruh karyawan tetap Perum Pegadaian menjadi karyawan tetap Perusahaan Perseroan (Persero) berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu;
| |||||
c.
|
seluruh karyawan tidak tetap Perum Pegadaian menjadi karyawan tidak tetap Perusahaan Perseroan (Persero) berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu; dan
| |||||
d.
|
hak dan kewajiban antara Perum Pegadaian dengan karyawan Perum Pegadaian menjadi hak dan kewajiban antara Perusahaan Perseroan (Persero) dengan karyawan Perusahaan Perseroan (Persero).
| |||||
Pasal 2
| ||||||
(1)
|
Maksud dan tujuan Perusahaan Perseroan (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) untuk melakukan usaha di bidang gadai dan fidusia, baik secara konvensional maupun syariah, dan jasa lainnya di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya Perseroan dengan menerapkan prinsip perseroan terbatas.
| |||||
(2)
|
Untuk mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Perseroan (Persero) melaksanakan kegiatan usaha utama berupa:
| |||||
a.
|
penyaluran pinjaman berdasarkan hukum gadai termasuk gadai efek;
| |||||
b.
|
penyaluran pinjaman berdasarkan jaminan fidusia; dan
| |||||
c.
|
pelayanan jasa titipan, pelayanan jasa taksiran, sertifikasi dan perdagangan logam mulia serta batu adi.
| |||||
(3)
|
Selain melaksanakan kegiatan usaha utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Perusahaan Perseroan (Persero) dapat melaksanakan kegiatan usaha:
| |||||
a.
|
jasa transfer uang, jasa transaksi pembayaran, dan jasa administrasi pinjaman; dan
| |||||
b.
|
optimalisasi sumber daya Perusahaan Perseroan (Persero).
| |||||
Pasal 3
| ||||||
(1)
|
Modal Perusahaan Perseroan (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) yang ditempatkan dan disetor pada saat pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan yang tercatat dalam Perum Pegadaian.
| |||||
(2)
|
Modal Perusahaan Perseroan (Persero) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar modal negara Republik Indonesia yang tercatat dalam neraca penutup Perum Pegadaian.
| |||||
Pasal 4
| ||||||
(1)
|
Neraca penutup Perum Pegadaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan neraca pembuka Perusahaan Perseroan (Persero) ditetapkan oleh Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara berdasarkan hasil audit.
| |||||
(2)
|
Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Akuntan Publik yang ditunjuk oleh Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara.
| |||||
Pasal 5
| ||||||
Pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dilakukan oleh Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara.
| ||||||
Pasal 6
| ||||||
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
| ||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
| ||||||
Ditetapkan di Jakarta
| ||||||
pada tanggaI 13 Desember 2011
| ||||||
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
| ||||||
ttd.
| ||||||
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
| ||||||
Diundangkan di Jakarta
| ||||||
pada tanggal 13 Desember 2011
| ||||||
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA, | ||||||
ttd.
| ||||||
AMIR SYAMSUDIN
| ||||||
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 132
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar