Aspek Hukum Dalam Pembangunan

Minggu, 31 Maret 2019

HARGA PERKIRAAN SENDIRI(HPS)


HARGA PERKIRAAN SENDIRI DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH
Oleh : Yeri Adriyanto *)
 Abstrak
      Pejabat Pembuat Komitmen adalah pejabat yang diangkat oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran sebagai pemilik pekerjaan, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang dan Jasa. Salah satu tugas Pejabat Pembuat Komitmen adalah membuat spesifikasi teknis dan harga patokan sendiri. Sebelum kegiatan pengadaan dilakukan/dimulai terlebih dahulu dilakukan dengan membuat Haga Perkiraan Sendiri, Harga Perkiraan Sendiri dibuat dengan melakukan survey harga pasar dengan membandingkan dua sumber/harga yang berbeda sehingga ditemukan harga yang wajar dengan kualitas barang yang baik sehingga Negara tidak dirugikan. Harga Perkiraan Sendiri dibuat sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah untuk pengadaan barang dan jasa, alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya. Nilai total Harga Perkiraan Sendiri bersifat terbuka dan tidak rahasia, tetapi rincian harga satuan bersifat rahasia.
Kata Kunci : PPK, Harga Perkiraan Sendiri.
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
      Sebelum menyusun harga perkiraan sendiri, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyusun spesifikasi barang (spek) Setelah spesifikasi ditetapkan selanjutnya pejabat yang berwenang dalam hal ini Pejabat Pembuat Komitmen, baru menyusun harga Perkiraan Sendiri (HPS) sesuai dengan Pasal 66 Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan barang dan Jasa Pemerintah secara rinci dan detail menegaskan fungsi HPS dalam proses pengadaan serta persyaratannya.
      Menurut hukum permintaan dan penawaran menyebutkan bahwa semakin tinggi permintaan maka akan semakin tinggi pula harga barang/jasa, semakin tinggi atau banyak penawaran maka harga akan semakin turun. Disisi lain ada faktor produksi, jumlah penyedia dan jumlah pembeli yang juga turut mempengaruhi. Hal ini menunjukkan bahwa harga didalam pasar sebagai indikator kompetisi.
      Kompetisi antar penyedia diyakini akan menjadi sarana efektif bagi useruntuk mendapatkan barang/jasa yang dibutuhkan dengan kualitas optimal sesuai kemampuan dana yang tersedia. Maka dalam Perpres No 54 Tahun 2010 dalam pasal 5 menyebutkan tentang prinsip-prinsip pengadaan yaitu terbuka, transparan, bersaing, adil/tidak diskriminatif kemudian dibungkus akuntabilitas untuk menjaga trust atau kepercayaan semua pihak terhadap proses. Tujuan utamanya tentu mendukung tercapainya prinsip efektif dan efisien.
      Dalam kerangka kompetisi inilah kemudian HPS disusun. Pasal 66 ayat 5 huruf a menegaskan bahwa HPS digunakan sebagai alat menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya. Kemudian ayat 7 menambahkan bahwa HPS didasarkan pada harga pasar setempat terkini, dikaitkan dengan ayat 2 yaitu 28 hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran. Jadi dapat disimpulkan HPS adalah harga pasar setempat menjelang pelaksanaan pengadaan.
           Fenomena yang terjadi bahwa dalam pelaksanakan pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah banyak pejabat pengadaan yang kesulitan dalam dalam membuat HPS. Untuk membuat HPS minimal membandingkan dua harga yang berlaku di pasar, pada hal untuk menemukan harga yang wajar di pasaran tidak mudah. Satu-satu jalan adalah menentukan hps dengan cara membandingkan dua harga penawaran di perusahaan atau calon penyedia barang dan jasa.
      Kasus yang paling banyak menimpa dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa adalah kasusmark-up dan salah satu penyebabnya terletak pada penyusunan HPS. Menyusun HPS membutuhkan keahlian tersendiri. Selain harus memahami karakteristik spesifikasi barang/jasa yang akan diadakan, juga harus mengetahui sumber dari barang/jasa tersebut. Harga barang pabrikan tentu saja berbeda dengan harga distributor apalagi harga pasar.
      Yang paling sering terjadi, entah karena kesengajaan atau karena ketidaktahuan, PPK menyerahkan perhitungan HPS kepada penyedia barang/jasa atau malah kepada brokerbin makelar yang melipatgandakan harga tersebut untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok. PPK langsung mengambil harga tersebut tanpa melakukan check and recheck lagi. Akibatnya, pada saat pengadaan selesai dan dilakukan pemeriksanaan oleh aparat hukum, ditemukan mark-up harga dan mengakibatkan kerugian negara. Lagi-lagi karena ketidaktahuan dan keinginan kerja cepat dan tidak teliti menjerumuskan PPK ke ranah hukum.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka kami membuat karya tulis ilmiah yang berkenaan dengan penyusunan harga patokan sendiri dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
B. Permasalahan
      Bagaimana teknik menyusunan HPS yang baik dan benar yang tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku?
C. Tujuan
      Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, memiliki kompleksitas dan aturan yang mengikat berdasarkan Peraturan Perundang Undangan, salah satu hal utama didalam system pengadaan adalah Penyusunan HPS, dimana Setiap pengadaan harus dibuat HPS untuk melakukan evaluasi harga penawaran barang dan jasa dengan demikian tujuan penyusunan HPS adalah untuk mendapatkan harga penawaran yang wajar , dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dilaksanakan oleh rekanan sesuai dengan ketentuan kontrak. Kecermatan dalam penyusunan HPS akan berdampak positif bagi pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa disetiap instansi Pemerintah. Oleh karena itu diperlukan teknik dan metode yang tepat didalam menyusun HPS berdasarkan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan barang dan Jasa Pemerintah.
II. KERANGKA TEORI DAN PEMBAHASAN
A. Harga Perkiraan Sendiri
      HPS adalah perkiraan biaya atas pekerjaan barang/jasa sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa, dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan (Pedoman Penyusunan Spek dan HPS, BP-ULP Undip : 2014). Nilai total HPS terbuka dan tidak rahasia. Yang dimaksud dengan nilai total HPS adalah hasil perhitungan seluruh volume pekerjaan dikalikan dengan Harga Satuan ditambah dengan seluruh beban pajak dan keuntungan (Perpres 54 Tahun 2014, hal : 150) Berdasarkan HPS yang ditetapkan oleh PPK, ULP/Pejabat Pengadaan mengumumkan nilai total HPS. Rincian Harga Satuan dalam perhitungan HPS bersifat rahasia.
      HPS digunakan sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dan Pengadaan Jasa Konsultansi yang menggunakan metode Pagu Anggaran. Meskipun batas atas penawaran dengan evaluasi kualitas dan biaya adalah pagu, namun HPS tetap diumumkan (http://boekang.blogspot.com/2012)
Harga Perkiraan Sendiri (HPS) harus memperhitungkan biaya seluruh omponen agar tujuan dari pengadaan barang/jasa dipenuhi dengan efisien dan efektif. Untuk pengadaan barang tidak ada ketentuan mengenai batas atas keuntungan yang wajar. HPS bukan merupakan alat untuk menilai kewajaran harga. Perhitungan HPS harus dilakukan dengan cermat, dengan menggunakan data dasar dan mempertimbangkan harga pasar setempat pada waktu penyusunan HPS. RAB pada TOR/KAK dan Standar Harga yang ditetapkan Kepala Daerah hanya digunakan untuk menyusun anggaran, sedangkan HPS diperoleh dari hasil survei pasar terkini.
      Sesuai dengan pasal 66 ayat (7) Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan barang dan Jasa Pemerintah menyebutkan bahwa penyusunan HPS didasarkan salah satunya adalah harga pasar setempat yang didapat dari beberapa sumber informasi, Standar harga satuan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah/Lembaga tidak dapat dijadikan dasar dalam penyusunan HPS, namun hanya digunakan untuk penyusunan RAB pada saat pengajuan anggaran. ULP dilarang menambah klausul mengenai harga wajar maksimal harus sesuai dengan Standar Harga Kepala Daerah/Lembaga tertentu. Meskipun demikian bilamana standar tersebut sudah dituangkan dalam DPA, maka penetapan HPS dan rinciannya tidak boleh melebihi Standar Harga Bupati. Mengingat HPS digunakan sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah (pasal 66 ayat (5) huruf b), dan tidak boleh melampaui pagu yang tersedia (pasal 13).
      Karena jenis barang/pekerjaan cukup beragam, maka format penetapan HPS disesuaikan dengan sifat dan ruang lingkup pekerjaan yang dikompetisikan. HPS tetap diperlukan untuk semua metoda pemilihan, kecuali kontes dan sayembara.
      HPS disusun dengan memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead yang dianggap wajar. Seperti kita ketahui bersama penyusunan HPS ini dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan dan riwayat penyusunan HPS harus didokumentasikan dengan baik oleh PPK. Komponen HPS meliputi:
  1. Harga Pasar Setempat yaitu harga barang/jasa di lokasi barang/jasa diproduksi/diserahkan/dilaksanakan, menjelang dilaksanakannya Pengadaan Barang/Jasa;
  2. Informasi Biaya Satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS);
  3. Informasi Biaya Satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
  4. Daftar Biaya/Tarif Barang/Jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal;
  5. Biaya Kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya;
  6. Inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah Bank Indonesia;
  7. Hasil perbandingan dengan Kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain;
  8. Perkiraan Perhitungan Biaya yang dilakukan oleh Konsultan Perencana (Engineer’s Estimate);
  9. Norma Indeks; dan/atau
  10. Informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan (Perpres 54 Tahun 2010 pasal 66 ayat 7 (a-i).
B. Tahapan Penysunan HPS Barang, Konstruksi dan Konsultansi
  1. Mengecek besarnya pagu dana dari DIPA/PO
  2. Mempelajari dokumen perencanaan umum (DIPA/DPA, KAK dan RAB)
  3. Mengecek harga satuan yang berlaku dipasar, harga satuan bahan, upah dan alat (jasa konstruksi), menghitung komponen biaya (biaya langsung personil dan biaya langsung non personil) (jasa konsultansi)
  4. Menghitung/menetapkan harga satuan, menghitung analisa harga untuk setiap mata pembayaran (jasa konstruksi) dan menghitung harga satuan untuk biaya tenaga ahli persatuan waktu tertentu (jasa konsultansi)
  5. Menjumlahkan semua biaya untuk seluruh mata pembayaran, menetapkan harga satuan (jasa konstruksi), menghitung jumlah biaya untuk setiap item pengeluaran (jasa konsultansi)
  6. Menghitung jumlah biaya untuk setiap mata pembayaran, menghitung jumlah biaya untuk setiap item pembayaran (jasa konstruksi) dan menjumlahkan semua biaya untuk seluruh item pembayaran (jasa konsultansi)
  7. Menjumlahkan semua biaya untuk seluruh mata pembayaran (jasa konstruksi)
  8. Menghitung PPN dan menentukan HPS
C. Penetapan Harga Perkiraan Sendiri
      Penetapan HPS dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen. Untuk menentukan HPS pengadaan barang/jasa lainnya, maka dilakukan studi kelayakan (pasar) untuk mencari harga yang terendah dengan kualitas baik, maka PPK bisa menugaskan petugas berdasarkan surat tugas untuk melakukan survey harga pasar. Yang menandatangan hasil survey pasar adalah petugas yang melakukan survey/ petugas yang di perintahkan berdasar SK atau surat tugas dari PPK/PA/KPA.. PPK bertanggung jawab untuk menetapkan HPS , apabila satuan kerja PPK tidak memiliki pegawai yang menguasai teknis konstruksi maka PPK dapat meminta bantuan tenaga ahli (konsultan perencana) untuk menyusun HPS.
      Sesuai dengan pasal 66 ayat (7) penyusunan HPS didasarkan salah satunya adalah harga pasar setempat yang didapat dari beberapa sumber informasi, Standar harga satuan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah/Lembaga tidak dapat dijadikan dasar dalam penyusunan HPS, namun hanya digunakan untuk penyusunan RAB pada saat pengajuan anggaran. ULP dilarang menambah klausul mengenai harga wajar maksimal harus sesuai dengan Standar Harga Kepala Daerah/Lembaga tertentu. Meskipun demikian bilamana standar tersebut sudah dituangkan dalam DPA, maka penetapan HPS dan rinciannya tidak boleh melebihi Standar Harga Bupati. Mengingat HPS digunakan sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah dan dalam pasal 66 ayat (5) huruf b) menyebutkan bahwa dasar untuk menetapkan batas penawaran teetinggi yang sah untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dan pengadaan jasa konsultansi yang menggunakan metode pagu anggaran, dan tidak boleh melampaui pagu yang tersedia (pasal 13). Di samping itu HPS juga digunakan sebagai dasar untuk menetapkan besaran nilai jaminan pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya lebih rendah dari 80 % dari nilai total HPS.
      Karena jenis barang/pekerjaan cukup beragam, maka format penetapan HPS disesuaikan dengan sifat dan ruang lingkup pekerjaan yang dikompetisikan. HPS tetap diperlukan untuk semua metoda pemilihan, kecuali kontes dan sayembara.
      HPS dapat ditentukan dari nilai tertinggi, nilai tengah (median), nilai yang paling banyak muncul (modus) atau rata-rata (mean) dari hasil survei, sepanjang nilai tersebut diyakini dapat dipenuhi lebih dari 3 calon penyedia (bukan 3 produk). Nilai tersebut sudah termasuk keuntungan, overhead, dan pajak.
      HPS jasa konsultansi terdiri dari komponen Biaya Langsung Personil (Remuneration), Biaya Langsung Non Personil (Direct Reimbursable Cost, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Penyusunan HPS Biaya Langsung Personil tenaga ahli dapat bersumber dari informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan, antara lain INKINDO (pasal 66 ayat (7) b).
Namun dalam proses pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi harus dilakukan negosiasi teknis dan biaya sehingga diperoleh harga yang sesuai dengan harga pasar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan (pasal 41 ayat (2))
      Sedangkan penyusunan HPS untuk biaya non personil disesuaikan dengan ruang lingkup dan metodologi pekerjaan untuk mendukung pelaksanaan tugas penyedia jasa konsultansi tersebut. Harga Satuan Pekerjaan untuk biaya non personil jasa konsultansi dapat pula mengacu kepada Standar Biaya Umum yang ditetapkan Menteri Keuangan setiap tahun.
E. Kegunaan HPS
  1. HPS digunakan untuk pengadaan dengan bukti tanda perjanjian berupa kuitansi, SPK dan surat perjanjian
  2. Alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya;
  3. Sebagai batas tertinggi dari penawaran; Semua penawaran dari penyedia barang/jasa dalam suatu pengadaan barang jasa akan digugurkan bila melebihi HPS dari yang ditentukan. Kecuali dalam pengadaan jasa konsultansikarena masih ada negosiasi.
  4. Dasar untuk menetapkan besaran nilai jaminan penawaran apabila penyedia barang/jasa berkeinginan untuk mengikuti proses pengadaan barang dan jasa sebesar 1-3 % dari nilai HPS.
  5. Nilai penawaran terkoreksi antara 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen) dari nilai total HPS, Jaminan Pelaksanaan adalah sebesar 5% (lima persen) dari nilai Kontrak dan nilai penawaran terkoreksi dibawah 80% (delapan puluh persen) dari nilai total HPS, besarnya Jaminan Pelaksanaan 5% (lima persen) dari nilai total HPS.
  6. Dasar untuk menetapkan harga satuan timpang
  7. Dasar untuk menetapkan besaran jaminan sanggah banding
F. Metode Penyusunan HPS
1. Metode Analogi
            Perkiraan biaya dengan cara membandingkan dengan pengadaan barang dan jasa sejenis. Metode ini digunakan pada tahap awal (misalnya saat menyusun RUP barang/jasa oleh KPA/PA) dalam hal tidak tersedia informasi biaya yang memadai untuk melakukan analisis biaya yang agak rinci, jika terdapat perbedaan yang sangat mencolok konsultasikan dengan para pakar/ahli untuk mendapatkan saran.
Contoh soal :
Hitung dengan meto9de analogi : pengadaan system pembayaran gaji untuk 5.000 orang dan 100 line rincian. Lembaga lain sudah pernah melakukan untuk 100 line bagi 2.000 orang seharga Rp. 20 milyard. Ahli IT di kantor mengatakan bahwa system yang akan dibangun 25 % lebih rumit dibandingkan system di lembaga tersebut.
Jawab :
Perkiraan biaya untuk system baru (dari sisi kerumitan) sama-sama 100 line (125% x Rp. 20 milyard) = Rp. 25 milyard.
Perkiraan biaya untuk system baru (dari sisi jumlah pengguna 5.000 orang) : (5.000/2.000) x Rp. 25 milyard = Rp. 62,5 milyard.
2. Metode Parametrik
            Perkiraan biaya dengan cara melihat hubungan matematis antar dua variable, yakni menghubungkan independent variable dengan dependent variable. Independent variable merupakan faktor-faktor yang secara spesifik memiliki hubungan kuat dengan biaya total (dependent variable). Biaya berbentuk kurva atau rumusan matematis (y = ax atau y = ax + b)
3. Metode Indek Harga
            Metode indek harga merupakan angka perbandingan antara harga pada suatu waktu (bulan/tahun) tertentu terhadap harga pada waktu (bulan/tahun) yang digunakan sebagai dasar. Rumus :
Harga saat A = harga saat B x indeks saat A/indeks saat B
4. Metode Faktor
            Metode faktor memakai asumsi bahwa terdapat angka korelasi (faktor) di anntara harga peralatan utama dengan komponen-komponen yang terkait. Disini, biaya komponen tersebut dihitung dengan cara memakai faktor perkalian terhadap harga peralatan utama.
G. Teknik Penyusunan HPS
      Teknik untuk penyusunan HPS/OE dapat dilakukan dengan beberapa metoda/cara, antara lain harga pasar, data kontrak di masa lalu, perhitunganCost of Goods Sold (COGS), harga dari pabrikan, metoda Delphi maupun referensi harga lainnya seperti standar Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO) ataupun Standar Biaya Umum (SBU) masing-masing daerah/institusi. Perhitungan-perhitungan didalamnya adalah termasuk komponen biaya – biaya, perhitungan Cost of Goods Manufactured, Perhitungan Cost of Goods Sold, Perhitungan biaya material dengan metode First in First Out (FIFO), Last In First Out (LIFO) ataupun Weight Average. Penyusunan HPS/OE juga harus mempertimbangkan analisa titik pulang pokok atau Break Event Point (BEP)Analysis dengan perhitungan komponen Fixed Cost, Variable Cost maupunSales (Devi Widiawati : ULP Untirta).
Contoh Penyusunan HPS Pengadaan Barang
      Sebelum menyusun HPS harus memerhatikan beberapa hal, antara lain menetapkan harga satuan : data harga satuan atau analisa harga satuan berdasarkan harga dasar dengan memperhitungkan keuntungan dan biaya umum, dihitung jumlah biaya untuk setiap item barang, yaitu jumlah volume barang x harga satuan, dijumlah semua biaya untuk seluruh item barang yang akan diadakan, dihitung PPN yaitu 10 % x jumlah semua biaya untuk seluruh item barang dan total harga pekerjaan HPS/OE ialah jumlah biaya seluruh item barang + PPN 10%.
Contoh 1
HARGA PERKIRAAN SENDIRI
PENGADAAN BARANG
PA/KPA :Kepala Dinas…
K/L/D/I :……….
Satker :Dinas
PPK :Drs…….
Pekerjaan :Pengadaan barang ….
Lokasi :Kota….
Tahun anggaran :2014
 
NO.UraianUnit/SatuanVolumeHarga SatuanJumlah
IBiaya Pengadaan barang    
1Jenis barang sesuai dgn spesifikasibuah1         1,000,000       1,000,000
2Jenis barang sesuai dgn spesifikasiset2         1,000,000       2,000,000
3Jenis barang sesuai dgn spesifikasiunit3         1,000,000       3,000,000
4dst (sesuai dgn jmh brg yg akan diadakan)…4         1,000,000       4,000,000
 Jumlah sub I        10,000,000
IIBiaya Pemasangan dan Uji Coba                           –  
1Tenaga ahli pemasanganorg1         1,000,000       1,000,000
2Tenaga pendukungorg2         1,000,000       2,000,000
3Sewa peralatan bantu….3         1,000,000       3,000,000
4Pembelian bahan/material yg diperlukan unt uji coba…4         1,000,000       4,000,000
 Jumlah sub II        10,000,000
IIIBiaya transportasi        20,000,000
1Transport kapal…1         1,000,000       1,000,000
2Transport lokal 2         1,000,000       2,000,000
 Jumlah sub III          3,000,000
IVBiaya Pelatihan                            –  
1Biaya pelatihan 1         1,000,000       1,000,000
 Jumlah Sub IV          1,000,000
Jumlah total     24,000,000
PPN 10%       2,400,000
Jumlah biaya     26,400,000
 
Contoh 2
Perhitungan HPS per 1 Maret 2014 u8ntuk pe3ngadaan computer laptop merek PQR sebanyak 120 unit dan printer ABC sebanyak 10 unit. Data survey adalah:
  1. Komputer laptop merek PQR, harga satuan yang dikeluarklan oleh suatu departemen 8 juta, harga survey beberapa toko 7 juta.
  2. Komputer laptop spesifikasi core2Duo T6400, 2GB DDR2, 250GB HDFD, DVDRW, 56 K Modem, GbE NIC, Wifi, Bluetooth, Fingerprint, VGA Intel GMA 4500 317 MB (shared), Camera, 12.1” WXGA, Win 8.
  3. Printer ABC, harga satuan yang dikeluarha oleh suatu departemen 6 juta, harga pabrikan 5 juta
  4. Printer ABC, spesifikasi A4, 120×1200 dpi, 27 ppm, 1×50 Tray , 1×250 tray, NIC, USB
  5. PPK. Drs. Agung
No.
SpesifikasiJumlahHarga SatuanJumlah
               1Komputer laptop spesifikasi core2Duo T6400, 2GB DDR2, 250GB HDFD, DVDRW, 56 K Modem, GbE NIC, Wifi, Bluetooth, Fingerprint, VGA Intel GMA 4500 317 MB (shared), Camera, 12.1” WXGA, Win 8. Termasuk ongkos kirim           120           7,000,000840,000,000
2Printer ABC, spesifikasi A4, 120×1200 dpi, 27 ppm, 1×50 Tray , 1×250 tray, NIC, USB. Temasuk ongkos kirim10           5,000,000 50,000,000
Jumlah890,000,000
PPN 10 %89,000,000
Total979,000,000
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
  1. Untuk menghindari mark-up harga, maka yang harus dilakukaan oleh PPK adalah melakukan studi kelayakan harga pasar sebagai syarat untuk menentukan HPS. Sebaiknya survey dilakukan pada salah satu distributor/agen barang. Dengan demikian nilai total HPS = hasil keuntungan seluruh volume dikalikan harga satuan, ditambah dengan beban pajak dan keuntungan, yang dimakud adalah : a). harga satuan = harga pasar secara riil/nyata, b). keuntungan dan overhead maksimal 10 % dan c). beban PPN 10%.
  2. Untuk menghindari ketidaktauan permasalahan tentang HPS, maka PPK (dibantu oleh tim) dalam membuat HPS sebaiknya dilakukan sendiri tanpa meminta bantuan pihak penyedia dalam membuat HPS, PPK bisa mendapatkan informasi yang lengkap dalam pembuatan HPS bisa melalui informasi biaya satuan yang dipublikasikaan secara resmi oleh BPS, informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait, daftar/tarif barang/jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal, biaya kontrak sebelumnya atau sedang berjalan, dan sebagainya. Dengan sumber informasi yang ada seharusnya PPK tidak kesulitan dalam menyusun HPS, karna dengan membuat HPS sendiri (tanpa minta bantuan rekanan), maka harga yang kita buat bisa dipertanggung jawabkan bila dikemudian hari ada pemeriksaan dari pihak pemeriksa fungsional eksternal.
DAFTAR PUSTAKA
BP-ULP Undip, Pedoman Penyusunan spesifikasi dan HPS Bagi PPK dan Pengelola Unit Layanan Pengadaan, Tahun 2014
http://pengadaan-barang-jasa.blogspot.com/2012/07/hps-harga-perkiraan-sendiri-alam.html, diunduh 15 April 2013
http://ulp.untirta.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=107:harga-erkiraan-sendiri-hps-apa-dan-bagaimana-perannya-dalam-pengadaan-barang-dan-jasa, diunduh 15 April 2013
http://boekang.blogspot.com/2012/01/tugas-dan-tanggungjawab-ppk-1.html, diunduhtanggal 6 April 2013
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). (2012). Peraturan Presiden nomor 70 tahun 2012. Jakarta: LKPP.
Mudjisantoso, 2012, Mudah Memahami Pengadaan Barang/Jasa, Jakarta, Penerbit Simetris Grafika.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Edisi 2012, Penerbit Citra Umbara, Bandung.
————————————————————————————————-
*) Penulis adalah Widyaiswara pada Balai Diklat Keagamaan Semarang
Diposting oleh Jufriadi Civil Engineering di 04.08 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: TUGAS KE-6

Sabtu, 30 Maret 2019

PERMASALAHAN ASPEK HUKUM PEMBANGUNAN(BAG. 2)


Pendahuluan
Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupunprasarana. Sebuah konstruksi juga dikenal sebagai bangunan atau satuan infrastruktur pada sebuah area atau pada beberapa area. Secara ringkas konstruksi didefinisikan sebagai objek keseluruhan bangunan yang terdiri dari bagian-bagian struktur.
Konstruksi dapat juga didefinisikan sebagai susunan (model, tata letak) suatu bangunan (jembatan, rumah, dan lain sebagainya) Walaupun kegiatan konstruksi dikenal sebagai satu pekerjaan, tetapi dalam kenyataannya konstruksi merupakan satuan kegiatan yang terdiri dari beberapa pekerjaan lain yang berbeda.Pada umumnya kegiatan konstruksi diawasi oleh manajer proyek, insinyur disain, atau arsitek proyek. Orang-orang ini bekerja di dalam kantor, sedangkan pengawasan lapangan biasanya diserahkan kepada mandor proyek yang mengawasi buruh bangunan, tukang kayu, dan ahli bangunan lainnya untuk menyelesaikan fisik sebuah konstruksi.
Permasalahan
Dalam proses perjalanannya, sebuah kegiatan konstruksi dihadapkan pada berbagai permasalahan dan seringkali tidak luput dari permasalahan tersebut. Banyak faktor yang menyebabkan permasalahan itu terjadi dan ada berbagai macam jenis permasalahan yang biasa terjadi dalam suatu proses konstruksi. Dalam pembahasan ini, saya akan membahas tentang permasalahan dalam dunia konstruksi tersebut.
Tingkat keberhasilan ataupun kegagalan suatu proyek akan banyak ditentukan oleh pihak-pihak yang terkait secara tidak langsung (Dalam hal ini bisa pemilik proyek, badan swasta, dan pemerintah) maupun secara langsung yang dalam hal ini, yaitu Penyedia barang dan jasa (Kontraktor Pelaksana, Konsultan perencana, Konsultan pengawas) dalam suatu siklus/ tahapan manajemen meliputi Perencanaan ( Planning) , Pengorganisasian ( Organizing ), Pengisian staff (Staffing), pengarahan ( Directing ), pelaksanaan, pengendalian ( controling) , dan pengawasan ( supervising ).
Beberapa permasalahan dalam proses konstruksi, berkaitan dengan beberapa aspek:
Keterkaitan antara waktu, biaya, dan mutu dalam sebuah proyek
Sebagaimana diketahui bahwa dalam pelaksanaan manajemen konstruksi didasari dari proses proyek itu sendiri, yang mempunyai awal dan akhir serta tujuan menyelesaikan proyek tersebut alam bentuk bangunan fisik secara efisien dan efektif. Untuk itu, diperlukan pengetahuan yang salah satunya menyangkut aspek teknik pelaksanaan manajemen konstruksi itu sendiri dalam penyelenggaraannya. Beberapa ruang lingkup pekerjaan yang menjadi aspek teknik dapat dilihat dibawah ini :
Gambar 8.1 : Struktur pendekatan untuk manajemen proyek dengan variabel ruang llingkup kegiatan yang merupakan aspek tekniknya.
(Sumber : Turney J. Rodney : “The Handbook of Project Based Management”, McGraw-Hill Book Company, Berkshire, Maidenhead, England, 1991)
Dari gambaran sistematika di atas, dapat disebutkan bahwa proses proyek konstruksi dimulai dengan perencanaan dan diakhiri dengan serah terima. Selama proses berlangsung, beberapa aspek teknik yang berkaitan dengan proses, perlu diketahui. Aspek teknik yang umum dilakukan terdistribusi dalam :
– Perencanaan (planning)
– Penjadwalan (scheduling)
– Pengendalian (controling)
Hal ini untuk mencapai tujuan proyek yaitu menghasilkan bangunan fisik yang mempunyai variabel biaya-mutu-waktu yang optimal. Sebagaimana diketahui secara tradisional bahwa ketiga variabel tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi, yang umumnya dikenal sebagai Biaya – Mutu – Waktu.
Gambar 8.2 : Segitiga variabel biaya – mutu – waktu yang saling mempengaruhi, variabel utama dalam aspek teknik manajemen konstruksi
(Sumber : Turney J. Rodney : “The Handbook of Project Based Management”, McGraw-Hill Book Company, Berkshire, Maidenhead, England, 1991)
Ketiga variabel tersebut berkaitan dan saling mempengaruhi. Sebagai misal MUTU : kualitas mutu berkaitan dengan BIAYA yang dikeluarkan, besar kecilnya biaya secara umum menunjukkan tinggi rendahnya mutu untuk suatu pekerjaan yang sama dengan spesifikasi yang sama pula. Demikian pula dengan WAKTU pelaksanaan, tinggi rendahnya MUTU secara tidak langsung berkaitan dengan lama waktu pelaksanaan, mutu yang tinggi membutuhkan kehati-hatian dan pengawasan mutu yang lebih intensif, sehingga jelas akan memakan waktu yang lebih daripada waktu yang normal. Dari WAKTU yang lebih lama ini otomatis, paling tidak dari segi biaya tidak langsung, akan kembali menambah BIAYA pelaksanaan. Bentuk saling ketergantungan ini memberikan beberapa kebutuhan akan teknik untuk menajemen proses konstruksi seperti tersebut di atas. Atas dasar tersebut, pada modul ini akan dibahas beberapa teori / teknik dalam lingkup pelaksanaan manajemen proyek konstruksi, yang meliputi :
1. Tahap Perencanaan
Penyusunan Work Breakdown Structure (WBS)
Penyusunan Organization Analysis Table (OAT)
Memperkirakan durasi dari WBS, OAT, Analisa Harga Satuan dan Ketersediaan Sumber Daya Manusia.
2. Tahap Penjadwalan
Diagram Jaringan 1 (Activity on Arrow)
Diagram Jaringan 2 (Pengantar Activity on Node)
Metode Lintasan Kritis (CPM)
Aliran Kas (Cash Flow)
3. Tahap Pengendalian
Monitoring 1 : Kurva – S
Monitoring 2 : Integrasi Biaya – Waktu (Earned Value)
Percepatan Waktu dengan Biaya Optimal (Least Cost Analysis).
Koordinasi dan Pengaturan Manajemen
Manajemen proyek dapat didefinisikan sebagai suatu proses dari perencanaan, pengaturan, kepemimpinan, dan pengendalian dari suatu proyek oleh para anggotanya dengan memanfaatkan sumber daya seoptimal mungkin untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Tujuan/sasaran Manajemen Proyek adalah mengelola fungsi manajemen atau mengatur pelaksanaan pembangunan sedemikian rupa sehingga diperoleh hasil optimal sesuai dengan persyaratan (spesification) untk keperluan pencapaian tujuan ini, perlu diperhatikan pula mengenai mutu bangunan, biaya yang digunakan dan waktu pelaksanaan Dalam rangka pencapaian hasil ini selalu diusahakan pelaksanaan pengawasan mutu ( Quality Control ) , pengawasan biaya ( Cost Control ) dan pengawasan waktu pelaksanaan ( Time Control ). Pengelolaan aspek-aspek tersebut dengan benar merupakan kunci keberhasilan dalam penyelenggaraan suatu proyek.
Dengan adanya manajemen proyek maka akan terlihat batasan mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari pihak-pihak yang terlibat dalam proyek baik langsung maupun tidak langsung, sehingga tidak akan terjadi adanya tugas dan tangung jawab yang dilakukan secara bersamaan (overlapping).
Apabila fungsi-fungsi manajemen proyek dapat direalisasikan dengan jelas dan terstruktur, maka tujuan akhir dari sebuah proyek akan mudah terwujud, yaitu:
1. Tepat Waktu
2. Tepat Kuantitas
3. Tepat Kualitas
4. Tepat Biaya sesuai dengan biaya rencana
5. Tidak adanya gejolak sosial dengan masyarakat sekitar
6. Tercapainya K3 dengan baik
Pelaksanaan proyek memerlukan koordinasi dan kerjasama antar organisasi secara solid dan terstruktur. Dan hal inilah yang menjadi kunci pokok agar tujuan akhir proyek dapat selesai sesuai dengan schedule yang telah direncanakan.
Beberapa unsur organisasi yang masing-masing mempunyai fungsi yang berbeda. Adapun pihak-pihak tersebut antara lain:
1. Pemilik proyek (owner)/investor yang juga merupakan konsultan manajemen konstruksi
2. Konsultan perencana arsitektur, landscape, dan quantity surveyor.
3. Kontraktor pelaksana utama yang membawahi:
Konsultan perencana struktur
Sub kontraktor spesialis
4. Kontraktor pondasi
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, ke-4 pihak tersebut harus mempunyai hubungan kerja yang jelas, dan dapat bersifat ikatan kontrak, perintah, maupun garis koordinasi. Hubungan antara pihak tersebut dapat dilihat dalam skema pada gambar 1.1 dibawah ini.
Gambar 1.1 Skema Hubungan Kerja Pihak-Pihak Yang Terkait dalam Proyek
Berikut ini adalah beberapa contoh hal atau faktor yang dapat menjadi penghambat dalam penyelesaian proses konstruksi, antara lain :
Bahan
Tenaga Kerja (SDM)
Peralatan
Lingkungan
Keuangan
Faktor Perubahan (Ekonomi maupun Sosial)
Contoh kegagalan proyek konstruksi akibat salah satu faktor diatas :
Robohnya Jembatan Penghubung Gedung Perpustakan Daerah DKI (November 2014) – Disebabkan faktor peralatan & faktor tenaga kerja (SDM)
Bangunan jembatan penghubung ini menghubungkan gedung Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DKI Jakarta. Keruntuhan terjadi pada tanggal 3 November 2014.
Jembatan Penghubung runtuh
Keruntuhan terjadi diakibatkan sistem perancah yang mengalami kegagalan. Scafolding yang digunakan merupakan scafolding besi dengan kondisi yang sudah tidak layak pakai:
Kondisi scafolding banyak yang sudah keropos dan ada beberapa yang sudah bolong.
Pemasangan scafolding tidak dilengkapi dengan bracing, sehingga scafolding tidak stabil.
Adanya perlemahan scafolding yang tidak dihitung seperti adanya jalan akses untuk kendaraan dibawah struktur yang sedang dibangun.
Scafolding bengkok
Demikian contoh beberapa kasus kegagalan struktur yang pernah terjadi di Indonesia. Sebenarnya masih ada beberapa contoh kasus lain akan tetapi belum sempat dibahas pada kesempatan kali ini. Penulis berharap deretan kasus yang terjadi dapat menjadi bahan pembelajaran bagi para engineer untuk dapat lebih cermat baik pada saat desain maupun saat pengawasan pekerjaan di lapangan. Sehingga deretan kasus kegagalan struktur diatas tidak bertambah panjang.
Runtuhnya Jembatan Mahakam II, Tenggarong (November 2011) – Disebabkan faktor bahan & faktor tenaga kerja (SDM)
Jembatan yang merupakan tipe Gantung (Suspension Bridge) ini memiliki panjang total 710 m. Keruntuhan terjadi pada tanggal 26 November 2011 sekitar sepuluh tahun setelah diresmikan.
Jembatan Tenggarong Runtuh
Identifikasi penyebab keruntuhan ini merupakan hasil investigasi yang dilakukan oleh tim LPPM UGM pada tanggal 27 November 2011 (sehari setelah kejadian).
Berdasarkan fakta yang ditemukan di lapangan menunjukkan bahwa jatuhnya truss jembatan beserta hangernya terjadi akibat kegagalan konstruksi pada alat sambung kabel penggantung vertikal (clamps and sadle) yang menghubungkan dengan kabel utama.
Clamps and Sadle
Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan alat sambung ini mengalami kegagalan diantaranya:
Kurang baiknya perawatan jembatan yang menyebabkan konstruksi alat penggantung kabel vertikal tidak berfungsi dengan baik dan tidak terdeteksi kemungkinan adanya kerusakan dini.
Kelelahan (fatigue) pada bahan konstruksi alat penggantung kabel vertikal akibat kesalahan desain dalam pemilihan bahan atau sering terjadi kelebihan beban rencana (over load) yang mempercepat proses terjadinya degradasi kekuatan.
Kualitas bahan konstruksi alat sambung kabel penggantung ke kabel utama yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan standar perencanaan yang ditetapkan.
Kesalahan prosedur dalam pelaksanaan perawatan konstruksi atau kesalahan dalam menyusun standar operasional dan perawatan konstruksi yang direncanakan.
Kemungkinan terjadinya penyimpangan kaidah teknik sipil dalam perencanaan karena seharusnya konstruksi alat penyambung harusnya lebih kuat daripada kabel penggantung yang disambungkan dalam kabel utama.
Kesalahan desain dalam menentukan jenis bahan/ material untuk alat penyambung kabel penggantung vertikal yang dibuat dari besi tuang/ cor (cas iron) atau kesalahan dalam menentukan jenis atau kapasitas kekuatan alat tersebut.
sumber:
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjosPnCkM_KAhVHbY4KHekpB_QQFggiMAE&url=http%3A%2F%2Fkk.mercubuana.ac.id%2Felearning%2Ffiles_modul%2F11047-1-972756198325.doc&usg=AFQjCNGu4nCv2hYNbluucyz5qJtrhuZvdg&sig2=0FTBx2UQZlMilN2XAQZW6w&bvm=bv.113034660,d.c2E
http://www.ilmusipil.com/manajemen-proyek
http://indraadnan92.blogspot.co.id/2011/08/aspek-hukum-dalam-konstruksi.html
http://jiwapamungkas.blogspot.co.id/2015/01/kasus-kegagalan-konstruksi-di-indonesia.html
http://masalahkonstruksi.blogspot.co.id/2014/05/masalh-konstruksi.html
Diposting oleh Jufriadi Civil Engineering di 22.48 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: TUGAS KE-5

PERMASALAHAN ASPEK HUKUM PEMBANGUNAN(BAG. 1)







ASPE














2.1       LANDASAN TEORI
            Dalam dunia Internasional dikenal beberapa bentuk-bentuk Standar/Sistim Kontrak Konstruksi yang diterbitkan oleh beberapa negara atau asosiasi profesi. Diantaranya yang dikenal oleh kalangan Industri Jasa Konstruksi adalah FIDIC (Federation Internationale des Ingenieurs Counsels), JCT (Joint Contract Tribunals). AIA (American Institute of Architects) dan SIA (Singapore Institute of Architects). Selain itu masih ada lagi beberapa sistim/standar kontrak, dari Hongkong, Australia, Canada dan lain-lain.
Kita di Indonesia umumnya sering menjumpai kontrak-kontrak yang menggunakan standar/sistim FIDIC dan JCT terutama untuk proyek-proyek Pemerintah yang menggunakan dana pinjaman dari luar negeri. Selain itu pihak swasta asing yang beroperasi di Indonesia biasanya juga memakai salah satu sistim/standar ini. Negara-negara penyandang dana dari Eropa Barat biasanya menggunakan sistim/standar FIDIC, sedangkan Inggris dan Negara-negara Persemakmuran memakai sistim JCT. Sistim AIA kebanyakan dipakai oleh perusahaan-perusahaan Amerika yang beroperasi di Indonesia (kontrak-kontrak pertambangan). Oleh karena itu, peninjauan Standar/Sistim Kontrak Konstruksi Internasional dalam pelatihan ini dibatasi hanya mengenai sistim FIDIC dan JCT serta sedikit uraian standar/sistim AIA dan SIA.

           
2.2         STANDAR KONTRAK AMERIKA SERIKAT (AIA)
              American Institute of Architects (AIA) adalah sebuah institusi profesi di Amerika Serikat yang menerbitkan dokumen kontrak/syarat-syarat kontrak konstruksi yang biasa dikenal dengan istilah “AIA Standard” dan dipergunakan secara luas di Amerika Serikat. Sebagaimana lazimnya Syarat-Syarat Kontrak (Conditions of Contract), penerbitannya selalu diperbaiki. Demikian pula dengan syarat-syarat kontrak dari Amerika Serikat yang terakhir diketahui adalah edisi/penerbitan tahun 1987 yang dikenal dengan nama “AIA-General Conditions,1987 ed.” General Conditions of Contract for Construction, yang diterbitkan oleh “The American Institute of Architects (=AIA)”, terdiri dari 14 Pasal (Article) dan 71 ayat.
              Dari uraian Syarat-Syarat Kontrak yang diterbitkan American Institute of Architect (AIA) tahun 1987 tersebut di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1.       Kata-kata/istilah yang diberi definisi hanya yang penting-penting seperti Contract Documents, Architect, Owner, Contractor, Subcontractor, Time.
2.       Sebagai Pengguna Jasa dipakai istilah “Owner” dan Direksi Pekerjaan disebut “Architect”.
3.       Pengguna Jasa (“Owner”) mempunyai hak untuk menghentikan Pekerjaan dan melaksanakan Pekerjaan serta membuat kontrak terpisah.
4.       Penyedia Jasa harus menyampaikan Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond).
5.       Penyelesaian perselisihan melalui Arbitrase (Ayat 7.10).
6.       Di mungkinkan penyerahan Pekerjaan secara substansial (tidak harus mutlak 100%).
7.       Perubahan Pekerjaan disebut “Changes in the Works”.
8.       Pemutusan kontrak dapat dilakukan oleh Pengguna Jasa (Owner) atau oleh Penyedia Jasa (Penyedia Jasa).
              Disamping AIA, di Amerika Serikat terdapat institusi atau asosiasi profesi lain yang menerbitkan cara-cara pelelangan dan dokumen kontrak seperti The National Society of Professional Engineers (NSPE), Association General Contractors of America (AGC) dan lain-lain.
              Robert D. Gilbreath dalam bukunya “Managing Construction Contracts” halaman 107-111 memberikan contoh Perjanjian/Agreement yang biasa digunakan di Amerika Serikat yang isinya dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.       Persetujuan Penyedia Jasa yang dengan biayanya sendiri menyediakan tenaga kerja dan jasa, menyediakan semua bahan dan peralatan tetap dan menyediakan semua peralatan konstruksi yang diperlukan dan mematuhi instruksi Pengguna Jasa sesuai ketentuan kontrak. Seluruh pekerjaan tersebut diuraikan lebih lengkap dalam Syarat-Syarat Umum Kontrak, Syarat-syarat Khusus Konstruksi, Spesifikasi Teknis dan Gambar-Gambar yang merupakan satu kesatuan dengan Perjanjian. Penyedia Jasa setuju untuk melindungi pekerjaan tersebut sampai selesai dan diserahkan.
2.       Pengguna Jasa setuju menyediakan barang-barang dan jasa tertentu untuk Penyedia Jasa.
3.       Penyedia Jasa setuju melaksanakan pekerjaan sesuai jadual pelaksanaan yang telah di tetapkan dalam kontrak.
4.       Persetujuan Pengguna Jasa untuk membayar Penyedia Jasa sebesar nilai kontrak. Dijabarkan perincian pekerjaan lump sum, unit price dan pekerjaan tambah/kurang. Juga diuraikan harga satuan bahan dan upah.
5.       Seluruh persyaratan tercantum dalam dokumen kontrak merupakan satu kesatuan.
6.       Kewajiban Penyedia Jasa untuk menutup asuransi sampai pekerjaan selesai dengan menyebutkan besarnya nilai pertanggungan dan tata cara pelaksanaanya
7.       Penyedia Jasa setuju untuk membayar pajak-pajak yang terkait dengan pekerjaan ini.
8.       Penyelesaian perselisihan diselesaikan Badan Peradilan Sengketa Konstruksi dengan keputusan final dan mengikat.
9.       Penyedia Jasa harus menyerahkan Jaminan Pelaksanaan dalam waktu 10 hari setelah kontrak ditanda tangani.



2.3         STANDAR KONTRAK FIDIC

              FIDIC adalah singkatan dari Federation Internationale Des Ingenieurs Counsels atau dalam bahasa Inggris disebut International Federation of Consultant Engineers atau bila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia adalah Federasi Internasional Konsultan Teknik. FIDIC didirikan pada tahun 1913 oleh 3 (tiga) asosiasi nasional dari Konsultan Teknik independen di Eropa.
              Tujuan pembentukan dari federasi ini adalah untuk memajukan secara umum kepentingan-kepentingan profesional dari anggota asosiasi dan menyebarkan informasi atau kepentingannya kepada anggota-anggota dari kumpulan asosiasi nasional. Sekarang jumlah keanggotaan FIDIC sudah tersebar di lebih dari 60 negara di seluruh dunia, mewakili konsultan-konsultan teknik didunia.
              FIDIC mengatur seminar-seminar, konferensi-konferensi dan pertemuan-pertemuan lain untuk memelihara kepatutan dan standar profesional yang tinggi, tukar menukar pandangan dan informasi, diskusi masalah-masalah kepentingan bersama diantara anggota asosiasi dan perwakilan-perwakilan dari institusi keuangan internasional dan mengembangkan profesi teknik di negara-negara berkembang.
               Publikasi FIDIC termasuk laporan-laporan dari pelbagai konferensi-konferensi dan seminar-seminar, informasi untuk para Konsultan Teknik, Pengguna Jasa Proyek dan agen-agen pengembangan internasional, bentuk-bentuk standar prakualifikasi, dokumen-dokumen kontrak dan perjanjian Klien/Konsultan, semuanya tersedia di Sekretariat FIDIC di Swiss.
              Selain itu, perlu kiranya diketahui bahwa banyak asosiasi profesi di tanah air diantaranya Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI) adalah anggota IFAWPCA (International Federation of Asia and West Pacific Contractor’s Association), sedangkan IFAWPCA adalah anggota FIDIC. Jadi seharusnya kita di Indonesia cukup mengenal FIDIC dan sepantasnya menggunakan standar FIDIC dalam membuat kontrak sebagai acuan/rujukan. Tetapi kenyataannya penggunaan sistim FIDIC di Indonesia masih sangat terbatas pada kontrak proyek-proyek yang menggunakan dana pinjaman luar negeri atau kontrak-kontrak dengan swasta asing.



2.3.1      Syarat-syarat Umum FIDIC 1987

              FIDIC telah menyusun 2 (dua) versi standar/sistim Kontrak yang berbeda maksud dan tujuannya yang pertama ditujukan untuk pekerjaan-pekerjaan konstruksi Teknik Sipil (Works of Civil Engineering Construction) dan yang kedua khusus untuk pekerjaan Rancang Bangun (Design Build and Turnkey) yang akan dibahas terlebih dahulu yaitu conditions of contract for works of civil engineering construction (syarat-syarat umum FIDIC 1987).
              Syarat-Syarat Umum Kontrak Sistim FIDIC ini ditujukan untuk Pekerjaan-Pekerjaan konstruksi Teknik Sipil Bagian I : Syarat-Syarat Umum dengan bentuk Tender dan Perjanjian – Edisi 1987. Syarat-Syarat Umum ini berisi 25 uraian yang terdiri dari 72 Dari 72 Pasal yang terdapat dalam Syarat-Syarat Umum tersebut, akan ditinjau beberapa pasal yang penting dan dapat dipertimbangkan untuk dipakai dalam kontrak-kontrak kita dimasa mendatang yaitu :
1.       Definisi dan Interpretasi
2.       Pelimpahan Kontrak & Sub Penyedia Jasa
3.       Dokumen-Dokumen Kontrak
4.       Kewajiban-kewajiban umum
5.       Penangguhan Pekerjaan
6.       Pelaksanaan & Kelambatan-Kelambatan
7.       Tanggung Jawab Atas Cacat
              8.       Perubahan-perubahan, penambahan dan pengurangan
9.       Jumlah-jumlah perkiraan
10.     Perbaikan-perbaikan
11.     Resiko-resiko khusus
12.     Pembebasan dari Pelaksanaan
13.     Penyelesaian Perselisihan
14.     Kesalahan Pengguna Jasa
Perjanjian/Kontrak yang ditandatangani oleh para pihak menurut sistim/standar FIDIC 1987 hanya terdiri dari 4 (empat) butir/pasal, yaitu :
1.       Penjelasan yang menyatakan bahwa semua kata dan atau istilah/ungkapan harus diartikan seperti tercantum dalam syaratsyarat kontrak (Conditions of Contract).
2.       Dokumen-dokumen lain merupakan satu kesatuan dari Perjanjian.
3.       Penyedia Jasa harus melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai syarat-syarat kontrak.
4.       Kewajiban Pemberi Tugas/Pengguna Jasa untuk membayar hasil pekerjaan Penyedia Jasa sesuai ketentuan dalam kontrak pada waktu dan cara sesuai syarat-syarat kontrak.


2.3.2      Syarat-syarat Khusus FIDIC 1987

Dalam syarat-syarat khusus FIDIC 1987 dijelaskan hal-hal mengenai ketentuanketentuan yang harus di atur secara khusus mengingat sifat/kondisi Pekerjaan tertentu yang berbeda satu sama lain. Di antara hal-hal yang diatur khusus (particular) yang mungkin bermanfaat untuk kontrak kita di masa mendatang adalah :
1.       Definitions
2.       Language/s and Law
3.       Priority of Contract Documents
4.       Performance Security
5.       Bonus for Completion
6.       Arbitration
7.       Default of Employer


2.3.3      Syarat-syarat Umum FIDIC 1995

              Syarat-Syarat Umum FIDIC 1995 (conditions of contract for design build and turnkey) terdiri dari 20 Pasal yaitu :
1.       Pasal 1 - Kontrak (14 ayat) 
2.       Pasal 2 - Pengguna Jasa (4 ayat)
3.       Pasal 3 - Wakil Pengguna Jasa (5 ayat)
4.       Pasal 4 - Kontraktor (24 ayat)
5.       Pasal 5 - Design (9 ayat)
6.       Pasal 6 - Staff dan Tenaga Kerja (10 ayat)
              7.       Pasal 7 - Plant, Materials and Workmanship (6 ayat)
8.       Pasal 8 - Permulaan, Penundaan, Penangguhan  (11 ayat)
     9.       Pasal 9 - Test on Completion (4 ayat)
               10.     Pasal 10 - Pengguna Jasa Mengambil Alih (3 ayat)
11.     Pasal 11 - Test after Completion (4 ayat)
12.     Pasal 12 - Kekurangan (kecacatan) (10 ayat)
13.     Pasal 13 - Harga Kontrak dan Pembayaran (16 ayat)
14.     Pasal 14 - Hak Untuk Mengadakan Perubahan (5 ayat)
15.     Pasal 15 - Kegagalan Kontraktor (5 ayat)
16.     Pasal 16 - Kegagalan Pengguna Jasa (4 ayat)
17.     Pasal 17 - Risiko dan Tanggung Jawab (6 ayat)
18.     Pasal 18 - Asuransi (5 ayat)
19.     Pasal 19 - Force Mayeur (7 ayat)
20.     Pasal 20 - Klaim, Sengketa, Arbitrase (8 ayat)

2.3.4      Syarat-syarat Khusus FIDIC 1995

              Syarat-Syarat Khusus FIDIC 1995  (Conditions of contract for design build and turnkey)ini terdiri dari 20 Pasal. Dalam Syarat-Syarat ini di atur secara khusus beberapa pasal/ayat/sub ayat sehubungan sifat/kondisi khusus suatu Pekerjaan. Beberapa diantaranya dibahas sebagai bahan pertimbangan untuk kontrak kita dimasa mendatang. Syarat-Syarat Khusus FIDIC 1995 yang di bahas sebagai berikut :
1.       Ayat 1.6 - Prioritas Dokumen (Priority of Document)
2.       Ayat 1.14 - Tanggung Jawab Terpisah dan Bersama (Joint and Several Liability)
3.       Ayat 2.2 - Jalan Masuk dan Penyerahan Lahan (Access to and Possession of the Site)
4.       Ayat 4.2 - Jaminan Pelaksanaan (Performance Security)
5.       Ayat 4.5 - Para Sub. Penyedia Jasa (Subcontractors)
6.       Ayat 5.2 - Dokumen-Dokumen Konstruksi (Construction Documents)
7.       Ayat 5.9 - Hak Paten (Patent Rights)
8.       Ayat 8.2 - Waktu Penyelesaian (Time for Completion)
9.       Ayat 8.6 - Ganti Rugi Atas Kelambatan (Liquidated Damages for Delay)
10.     Ayat 9.1 - Kewajiban-Kewajiban Penyedia Jasa Mengenai Pengetesan pada Penyelesaian (Contractor’s Obligations)
11.     Ayat 11.1 - Kewajiban-Kewajiban Pengguna Jasa mengenai Pengetesan sesudah Penyelesaian (Employer’s Obligations)
12.     Pasal 14 - Perubahan-Perubahan (Variation)




2.4         STANDAR KONTRAK JCT 1980

              JCT adalah singkatan dari Joint Contract Tribunals, suatu institusi di Inggris yang menyusun standar kontrak konstruksi untuk Pemerintah setempat (Local Authority) dan Sektor Swasta (Private). Unsur-unsur pokok JCT terdiri dari badan-badan sebagai berikut :
1.       Royal Institutions of British Architect (RIBA)
2.       National Federation of Building Trades Employers (NFBTE)
3.       Royal Institution of Chartered Surveyor (RICS)
4.       Association of Country Councils (ACC)
5.       Associations of Metropolitan Authority (AMA)
6.       Associations of District Councils (ADC)
7.       Committee of Associations of Specialist Engineering Contractor (ASEC)
8.       Greater London Council (GLC)
9.       Federation of Associations of Specialist and Subcontractors Association of Consulting Engineers (FASSACE)
10.     Scotish Building Contract Committee (SBCC)

              Dari uraian di atas, dapatlah dipahami bahwa standar JCT dibuat oleh beberapa institusi di Inggris dan tidak melibatkan institusi dari negara lain seperti keanggotaan FIDIC dan dibuat khusus untuk kontrak-kontrak bangunan (Building Contract). Standar JCT dipakai oleh negara Inggris sendiri dan kebanyakan negara-negara Persemakmuran seperti Malaysia, Singapura. Di Indonesia standar JCT dipakai untuk proyek-proyek sektor swasta dimana yang menjadi konsultan perencana/pengawas adalah perusahaan Inggris atau yang berafiliasi dengan Inggris.


2.4.1      Perjanjian atau Kontrak

              Standar JCT 1980 menyebut Perjanjian/Kontrak dengan istilah Article of Agreementand Conditions of Building Contract. Berbeda dengan standar FIDIC 1987, yang hanya menyebut Agreement. Hampir sama dengan FIDIC, perjanjian menurut standar JCT hanya berisi 5 butir/pasal yaitu :
1.       Keharusan Penyedia Jasa untuk melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan apa yang disebut dengan Contract Bills (Rincian Biaya) dan contract drawings(gambar-gambar Kontrak).
2.       Pengguna Jasa (Employer) harus membayar Penyedia Jasa berdasarkan Nilai Kontrak (contract sum) pada waktu dan dengan cara-cara sesuai tercantum dalam syarat-syarat kontrak (conditions of contract).
3.       Memuat penjelasan mengenai Wakil Pengguna Jasa yang ditunjuk.
4.       Memuat penjelasan mengenai Konsultan Volume/Biaya (Quantity Surveyor) yang ditunjuk.
5.       Memuat penjelasan tentang penyelesaian perselisihan melalui Arbitrase.


2.4.2      Syarat-syarat Kontrak (Part I)

              Dalam syarat-syarat kontrak berisi 34 pasal (Article). Dari 34 Pasal tersebut ada beberapa pasal yang penting yang mungkin bermanfaat untuk kontrak kita dimasa mendatang, sebagai berikut :

1.       Pasal 1 - Penafsiran, definisi, dan sebagainya
Dalam ayat 1.1 ditegaskan bahwa kecuali dinyatakan lain secara khusus referensi dalam Perjanjian, Syarat-Syarat Kontrak atau Lampiran, Pasal-pasal berarti pasal dari Syarat-Syarat Kontrak. ayat 1.2 menegaskan bahwa dokumen kontrak harus dibaca secara menyeluruh. Ayat 1.3 memberikan definisi dari kata-kata/istilah yang akan dipakai dalam kontrak
2.       Pasal 2 - Kewajiban-kewajiban penyedia jasa
Dalam ayat 2.3 pasal ini dijelaskan bahwa jika Penyedia Jasa menemui perbedaan atau ketidak cocokan dari dua atau lebih dokumen, seperti : gambar-gambar kontrak, RAB, instruksi Direksi Pekerjaan, gambar/dokumen dari Direksi Pekerjaan maka dia harus memberitahu direksi Pekerjaan yang akan memberi instruksi sehubungan dengan hal tersebut.
3.       Pasal 13 - Perubahan-perubahan dan pos-pos perkiraan
Dalam Pasal ini pada pokoknya dijelaskan hal-hal sebagai berikut : Memberi batasan mengenai apa yang dimaksud dengan perubahan (Ayat 13.1) Menyatakan bahwa perubahan diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan atau menyetujui perubahan yang dibuat Penyedia Jasa (Ayat 13.2) Direksi Pekerjaan mengeluarkan perintah pengeluaran dari Pos-Pos Perkiraan dalam kontrak dan subkontrak (Ayat 13.4).
4.       Pasal 17 - Penyelesaian praktis dan tanggung jawab atas cacat
Ayat 17.1 menegaskan bila Direksi Pekerjaan berpendapat bahwa pekerjaan telah mencapai tingkat penyelesaian praktis maka dia harus segera menerbitkan Berita Acara yang menyatakan bahwa seluruh pekerjaan sesuai kontrak secara praktis telah selesai dengan mencantumkan tanggal selesai dalam berita acara tersebut. Ayat 17.2 mengatur mengenai pekerjaan-pekerjaan cacat yang masih menjadi tanggung jawab Penyedia Jasa. Direksi akan menerbitkan Daftar Pekerjaan Cacat yang harus diperbaiki dalam Masa Tanggung Jawab Atas Cacat.
5.       Pasal 18 - Penguasaan sebagian pekerjaan oleh pengguna jasa
Pasal ini mengatur tentang penguasaan bagian Pekerjaan oleh Pengguna Jasa sebelum Penyelesaian Praktis (dengan persetujuan Penyedia Jasa). Dalam waktu 7 hari sejak bagian Pekerjaan tersebut dikuasai, Direksi Pekerjaan akan menerbitkan Berita Acara yang menyatakan perkiraan mulai Pekerjaan yang dikuasai.
6.       Pasal 19 - Pengalihan kontrak/sub-kontrak
Pasal ini menegaskan bahwa baik Pengguna Jasa maupun Penyedia Jasa tidak boleh mengalihkan kontrak tanpa persetujuan tertulis pihak lain.
7.       Pasal 23 - Tanggal penyerahan lahan
Pasal ini menegaskan kewajiban Penyedia Jasa untuk segera mulai bekerja sejak tanggal penyerahan lahan (Ayat 23.1). Juga diatur mengenai hak Direksi Pekerjaan untuk menangguhkan bagian pekerjaan tertentu (Ayat 23.2).
8.       Pasal 24 - Kerusakan karena pekerjaan tidak selesai
Dalam pasal ini diatur keharusan Penyedia Jasa membayar ganti rugi untuk bagian pekerjaan yang tidak selesai sesuai jadual. Disini digunakan istilah “Liquidated and Ascertain Damages”. Ganti rugi ini akan dipotong dari pembayaran berkala kepada Penyedia Jasa.
9.       Pasal 27 - Pemutusan kontrak oleh pengguna jasa
Pasal ini mengatur mengenai hak Pengguna Jasa untuk mempekerjakan dan membayar pihak lain melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan dan menggunakan seluruh material, peralatan yang ada dilapangan/telah dipesan dalam hal Penyedia Jasa melakukan kesalahan, bangkrut
10.     Pasal 28 - Pemutusan kontrak oleh penyedia jasa
Pasal ini mengatur mengenai hak Penyedia Jasa untuk mengakhiri kontrak dalam hal ada tindakan Pengguna Jasa yang memberikan alasan kepada Penyedia Jasa untuk mengakhiri kontrak seperti tidak membayar, mencampuri atau menghalangi penerbitan sertifikat penilaian pelaksanaan melebihi waktu yang ditentukan sesuai lampiran, tidak mendapat instruksi pada waktunya mengenai gambar-gambar, resiko-resiko, atau kesalahan Pengguna Jasa yang tidak merupakan bagian kontrak atau terlambat menyediakan material yang menurut kontrak harus disediakannya, membuka pekerjaan yang telah tertutup (kecuali setelah dibuka memang ternyata tidak sesuai kontrak) atau Pengguna Jasa bangkrut. Di atur juga hak-hak dan kewajiban Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa setelah pemutusan kontrak.


2.4.3      Syarat-syarat Kontrak (Part 2)

1.       Pasal 35 – Nominated Subcontractors & Nominated Suppliers. Dalam pasal ini antara lain diuraikan mengenai definisi, prosedur menetapkan Sub penyedia jasa tertunjuk, cara pembayaran, perpanjangan waktu, kesalahan-kesalahan, pembayaran akhir dan sebagainya.
2.       Pasal 36 – Nominated Supplier. Pasal ini menguraikan definisi, instruksi Direksi Pekerjaan, Syarat-syarat Pemilihan, hal-hal yang dilarang.


2.4.4      Syarat-syarat Kontrak (Part 3)
              Pada bagian 3 (Part 3) ini dibuka peluang mengenai fluktuasi harga sehingga dalam kontrak tersebut terdapat kemungkinan penyesuaian harga. Bagian ini terdiri dari 4 Pasal.
1.       Pasal 37 - Choice of Fluction provision – entry in Appendix. Pasal ini membuka pilihan/alternatif mengenai cara perhitungan fluktuasi, apakah memilih sesuai Pasal 38, 39 atau 40.
2.       Pasal 38 - Contribution, Levy and Tax Fluctuation.
3.       Pasal 39 - Labour and Materials Cost and Tax Fluctuations.
4.       Pasal 40 - Use of Price Adjustment Formula. Mungkin pasal ini yang cocok untuk kita.


2.4.5      Lampiran
              Lampiran ini merupakan Lampiran dari kontrak yang berisi besaran-besaran mengenai nilai-nilai asuransi, ganti rugi dan hal-hal lain untuk memudahkan mencari rujukan pada pasal-pasal yang bersengketa antara lain :
     1.       Penyelesaian sengketa/arbitrase
2.       Masa tanggung jawab atas cacat
3.       Tanggal penyelesaian
4.       Asuransi 
5.       Tanggal penyerahan lahan
6.       Ganti rugi kelambatan
7.       Masa kelambatan
8.       Masa penerbitan sertifikat pembayaran
9.       Besar nilai retensi
10.     Masa perhitungan akhir
2.5         STANDAR KONTRAK SIA
              Institusi para Arsitek Singapura yang bernama Singapore Institute of Architects (SIA) menyusun standar/sistim kontrak yang di kenal dengan nama “SIA 80 CONTRACT”. Standar ini selengkapnya bernama Articles and Conditions Of Building Contract yang terdiri dari dokumen-dokumen di bawah ini.


2.5.1      Perjanjian Kontrak
              Perjanjian/Kontrak. Perjanjian/kontrak standar SIA di sebut Articles of Contract (berbeda dengan AIA dan FIDIC menyebut Agreement, JCT menyebut Article of Agreement). Sebagaimana sistim kontrak internasional lainnya (AIA, FIDIC, JCT) standar kontrak SIA juga sederhana dan terdiri 8 Pasal (Article) sebagai berikut :
1.       Kewajiban-kewajiban Penyedia Jasa
2.       Jenis Kontrak
3.       Arsitek/Direksi Pekerjaan
4.       Konsultan Biaya
5.       Harga-Harga/Nilai Kontrak Inklusif
6.       Dokumen Kontrak
7.       Penafsiran dan catatan pedoman
8.       Penyerahan Kontrak


2.5.2      Syarat-Syarat Kontrak
              Dari Pasal-Pasal/Ayat-Ayat Syarat Kontrak SIA 80 tersebut di atas akan di bahas beberapa yang penting yang mungkin dapat di pakai dalam kontrak-kontrak konstruksi di masa mendatang.
1.       Pasal 12 ayat 2 – Definisi Perubahan. Dalam ayat ini di berikan definisi yang jelas apa saja yang di sebut sebagai perubahan pekerjaan yaitu antara lain :
              A.      Penambahan pekerjaan, material atau barang
              B.      Pengurangan pekerjaan, material atau barang
C.      Pembongkaran pekerjaan, material atau barang yang tidak di inginkan Pengguna Jasa.
2. .     Pasal 15 ayat 1 – Pelimpahan fungsi kontrak oleh Penyedia Jasa ke pihak lain, ayat ini menegaskan bahwa pada prinsipnya pelaksanaan, pengendalian lapangan koordinasi dengan Sub Penyedia Jasa yang di lakukan oleh Penyedia Jasa adalah maksud dari kontrak, sehingga pelimpahan tugas-tugas ini kepada orang lain harus mendapat persetujuan Pengguna Jasa termasuk melimpahkan hak menerima uang kepada orang lain.
3.       Pasal 21 – Hak Penelitian oleh Penyedia Jasa, dalam pasal ini di berikan hak kepada Penyedia Jasa untuk melakukan pemeriksaan dan penelitian mengenai seluruh aspek Proyek/Pekerjaan antara lain aspek hukum, keuangan, teknik, dan sebagainya. (Catatan : Ketentuan ini tidak di temukan dalam standarstandar kontrak internasional lainnya seperti AIA, FIDIC, JCT).
4.       Pasal 24 ayat 2 – Ganti Rugi, dalam ayat ini di atur pengertian ganti rugi atas kelambatan penyelesaian pekerjaan oleh Penyedia Jasa. (Terlihat standar SIA juga tidak menggunakan istilah denda).
5.       Pasal 25 – Penyelesaian pekerjaan sebagian-sebagian, dalam pasal ini di atur mengenai kemungkinan pekerjaan di serahkan Penyedia Jasa secara bertahap (sebagian-sebagain) seperti pada Standar Kontrak FIDIC/JCT.
6.       Pasal 27 ayat 1 – Masa Pemeliharaan, berbeda dengan standar-standar kontrak internasional lainnya yang telah menggunakan istilah Masa Tanggung Jawab atas Cacat (Defect Liability Period). Catatan : SIA masih menggunakan istilah lama : Masa Pemeliharaan (Maintenance Period).
7.       Pasal 29 – Penunjukan Sub-Penyedia Jasa dan hak keberatan, dalam Pasal ini di sebutkan apabila Arsitek telah menunjuk Sub Penyedia Jasa atau Pemasok maka Penyedia Jasa harus segera membuat kontrak dengan mereka (ayat 1). Namun Penyedia Jasa dengan alasan-alasan tertentu berhak menolak penunjukan tersebut. Ini di atur dalam ayat 2.
8.       Pasal 32 ayat 1 – Pemutusan Kontrak tanpa kesalahan, yang di maksud dalam ayat ini adalah Pengguna Jasa boleh setiap waktu dan karena alasan apa saja (bukan karena kesalahan Penyedia Jasa) memutuskan kontrak dengan pemberitahuan sebelumnya kepada Penyedia Jasa. Kemudian di atur bahwa segala kerugian dan kehilangan dari pekerjaan yang belum selesai akan mendapatkan kompensasi/ganti dari Pengguna Jasa. (Catatan : Dari standar-standar kontrak internasional, hanya SIA yang mengatur pemutusan kontrak cara ini. Memang menurut standar kontrak Angkatan Darat Amerika Serikat – Korps Zeni (US Army Corps of Engineers) di kenal istilah “Termination for the convenience of the Employer” (pemutusan kontrak untuk kepentingan Pengguna Jasa). Dapat di katakan kedua pengertian serupa. Walaupun Penyedia Jasa secara material akan mendapat ganti rugi, kiranya secara psikologis terkesan kurang baik karena orang luar pasti menduga telah terjadi sesuatu antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa.
9.       Pasal 37 – Arbitrase, pasal ini menjelaskan bahwa perselisihan/sengketa yang timbul di selesaikan melalui Arbitrase. Dalam pasal ini di atur segala hal yang menyangkut penyelesaian sengketa.

2.5.3      Lampiran
              Sama seperti standar kontrak lainnya, standar kontrak SIA juga di lengkapi Lampiran yang berisi besaran (nilai), ketentuan mengenai jenis kontrak, tanggal mulai pekerjaan, masa kontrak, tanggal penyelesaian, nilai pertanggungan, ganti rugi kelambatan, masa pemeliharaan dan sebagainya. Tujuannya agar mudah mencari ketentuan-ketentuan tersebut.


2.5.4      Adendum Kontrak
              Berbeda dengan standar kontrak internasional lainnya, standar SIA mengatur hal-hal khusus di dalam apa yang di sebut : Tambahan pada Amandemen Kontrak SIA 80. Perubahan yang di lakukan adalah :
1.       Kontrak atau Perjanjian Pasal 2, 5 dan 6
2.       Syarat-syarat Kontrak Pasal 13 (1), Pasal 28 (6), Pasal 31 (2) dan Pasal 31 (3)



3.1         KESIMPULAN
Dari uraian tersebut di atas mengenai Standar Kontrak Konstruksi Internasional (FIDIC, JCT, AIA, SIA) dapat di ringkaskan beberapa hal sebagai berikut :
1.       Semua standar kontrak tersebut mempunyai bentuk yang kurang lebih sebagai berikut :
          A.      Perjanjian atau Kontrak
          B.      Syarat-syarat Kontrak (Conditions of Contract) - Umum – Khusus
          C.      Lampiran-Lampiran (Appendixes)
          D.      Spesifikasi Teknis (Technical Specification)
          E.      Gambar-gambar Kontrak (Contract Drawings)
2.       Pada umumnya Perjanjian/Kontrak itu sendiri sangat sederhana dan singkat karena hanya berisi beberapa hal pokok mengenai perikatan para pihak antara lain :
          A.      Kontrak Amerika Serikat (9 butir/pasal)
          B.      Kontrak FIDIC 1987 (4 butir/pasal)
          C.      Kontrak FIDIC 1995 (4 butir)
          D.      Kontrak JCT 1980 (5 butir)
          E.      Kontrak SIA 80 (8 butir)
3.       Tujuan penggunaan masing-masing Kontrak Internasional adalah sebagai berikut :
          A.      Standar Kontrak Agreement/AIA ditujukan untuk Kontrak Pekerjaan Sipil
          B.      Standar Kontrak FIDIC 1987 ditujukan untuk Kontrak Pekerjaan Konstruksi Teknik Sipil (Works of Civil Engineering Construction)
          C.      Standar Kontrak FIDIC 1995 ditujukan untuk Kontrak Pekerjaan Rancang Bangun dan Turn Key (Design Build & Turn Key).
          D.      Standar Kontrak JCT 1980/SIA 80 di tujukan untuk Kontrak Pekerjaan Bangunan.
     4.       Syarat-syarat Kontrak pada umumnya berisi ketentuan-ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban para pihak (Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa) secara lengkap, terperinci serta mencerminkan keadilan dan kesetaraan kedudukan para pihak. Misalnya: Baik Pengguna Jasa maupun Penyedia Jasa masing-masing berhak untuk menangguhkan pekerjaan atau memutuskan kontrak asalkan memenuhi syarat-syarat yang telah dicantumkan dalam kontrak antara lain karena salah satu pihak lalai menjalankan kewajibannya sesuai Kontrak.


3.2         SARAN
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, sangat dianjurkan agar kontrak-kontrak kita dimasa-masa mendatang dapat menggunakan beberapa ketentuan yang terdapat dalam Standar Kontrak Internasional ini, yang kiranya memang lebih tepat tanpa harus melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan kita.
  




KUNJUNGI PROFILj 


Arsip

Laporkan Penyalahgunaan

Diposting oleh Jufriadi Civil Engineering di 12.26 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Bagikan ke XBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: TUGAS KE-5
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda
Langganan: Postingan (Atom)

Mengenai Saya

Foto saya
Jufriadi Civil Engineering
**Nama : Jufriadi **TTL : Bandung, 28 Desember 1993 **Alamat : Jl. Betoambari no.36 **Tinggi : 180 cm **Anak Ke : 6 dari 10 Saudara Kandung(5 orang cewek dan 5 orang cowok) **Riwayat Pendidikan : - TK Bandung Independet School - SD Negeri 1 Bandung - SMP Negeri 1 Bandung -SMA Negeri 1 Bandung(Jurusan IA/IPA(Ilmu Alam/Ilmu Pengetahuan Alam)) - Sekolah Tahfidzul Qur'an Indonesia Madinatul Qur'an(Lama Studi 4 Tahun dan Plus Diajarkan Semua Jenis Ilmu Syar'i yang bermanhaj salaf yang sesuai dengan pemahaman Salafush Shaleh) **Status : Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil S-1 Universitas Dayanu Ikhsanuddin Baubau
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog

  • ▼  2019 (18)
    • ▼  Juli (2)
      • SIMULASI PELELANGAN
      • PEMILIK PROYEK
    • ►  April (8)
    • ►  Maret (8)
Tema PT Keren Sekali. Diberdayakan oleh Blogger.