Sabtu, 06 April 2019

PENENTUAN PERAN DAN FUNGSI PPK DALAM PELELANGAN BARANG DAN JASA


Pejabat Pembuat Komitmen atau yang biasa disingkat PPK dalam dunia pengadaan barang dan jasa adalah  pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk pengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah ( Pasal 1 angka 10 Perpres No.16 Tahun 2018 ). Kegiatan pengadaan barang dan jasa yang berlandaskan pada kontrak/perjanjian, merupakan kegiatan yang membutuhkan banyak pemahaman dan atau kemampuan mulai dari perencanaan pengadaan sampai selesainya pekerjaan yang terdiri dari tahapan perencanaan pengadaan, pelaksanaan pengadaan/pekerjaan dan pengendalian, penandatangan kontrak/perjanjian, dan melaporkan dan menyerahkan hasil pekerjaan. Sehingga PPK bertanggung jawab secara administrasi, teknis dan finansial terhadap pengadaan barang dan jasa.
Dengan demikian PPK mewakili SKPD-nya dalam membuat perikatan atau perjanjian dengan pihak lain, tanpa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berarti instansi tersebut tidak bisa melakukan perjanjian dengan pihak lain. Berhasil dan tidaknya proses suatu pengadaan barang dan jasa pada satu instansi tergantung pada Pejabat Pembuat Komitmen. Ini berarti bahwa tugas pokok Pejabat Pembuat Komitmen berkaitan erat dengan penggunaan anggaran negara atau pengelolaan keuangan, karena itu dalam pelaksanaannya menuntut suatu keahlian dan ketelitian serta tanggung jawab yang berbeda dengan tugas pokok seorang pegawai administrasi lainnya. Kesalahan dalam pelaksanaan tugas PPK akan berakibat timbulnya kerugian negara yang berujung pada tuntutan ganti rugi atau tuntutan lainnya.
Di era lama, orang menganggap jabatan PPK merupakan "lahan basah", karena ‘memakmurkan’ orang yang menjabatnya. Sehingga banyak pejabat struktural kadang berlomba-lomba untuk menjadi PPK. Tetapi di era reformasi saat ini, jabatan PPK menjadi momok bagi birokrat. Alasannya tidak lain karena PPK sangat rentan dengan masalah hukum, terkait dengan pelaksanaan kontrak. Akan sangat lazim kita jumpai kasus tindak pidana korupsi terkait Pengadaan Barang/Jasa , pastilah menyeret PPK dan penyedia barang/jasa. Hal ini merupakan konsekuensi yuridis dari dokumen kontrak yang dibuat oleh PPK dan Penyedia.
Personil kegiatan pengadaan sendiri antara lain PA/KPA, PPK, Unit Layanan Pengadaan, Panitia Pengadaan, Pejabat Pengadaan  dan Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan. Perubahan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah menjadi Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyebabkan adanya perubahan tugas Perjabat Pembuat Komitmen (PPK). Di bawah ini akan dijelaskan mengenai pembahasan tugas pokok dan wewenang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berdasar Perpres No. 16 Tahun 2018 .
Tugas Pokok dan Wewenang PPK (Perpres 16/2018, pasal 11)
(1) PPK dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki tugas:
a. menyusun perencanaan pengadaan;
b. menetapkan spesifikasi teknis/ Kerangka Acuan Kerja (KAK) ;
c. menetapkan rancangan kontrak;
d. menetapkan HPS;
e. menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia;
f. mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
g. menetapkan tim pendukung;
h. menetapkan tim atau tenaga ahli;
i. melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
j. menetapkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
k. mengendalikan Kontrak;
l. melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/ KPA;
m. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/ KPA dengan berita acara penyerahan;
n. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan
o. menilai kinerja Penyedia.
(2) Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/ KPA, meliputi:
a. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan
b. mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan.
(3) PPK dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.
Beberapa Catatan Kesimpulan Tugas PPK sebagai berikut;
1. Menyusun Perencanaan pengadaan = menyusun spek, HPS dan rancangan kontrak
2. Menetapkan tim pendukung seperti  tenaga administrasi, direksi lapangan, direksi teknis
3. Menetapkan tim atau tenaga ahli yaitu tim atau orang yang kompeten melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/ KPA,  untuk Prepres 16/2018 serah terima dengan penyedia dilakukan oleh PPK ( bukan oleh PPHP lagi), maka PPK dapat melakukan sendiri, atau dibantu tim pendukung, tim atau tenaga ahli dan atau konsultan pengawas
4. Melaksanakan E-purchasing = PPK dapat langsung bertransaksi produk-produk katalaog. PPK bisa melakukan sendiri epurchasing. Sedangkan nilai s.d Rp 200jt oleh pejabat pengadaan
5. Menilai kinerja Penyedia yaitu menilai pelaksanaan kontrak oleh penyedia
6. PPK  dapat dibantu oleh Pengelola pengadaan barang / jasa = dibantu oleh jabatan fungsional pengadaan
Catatan :
1. PPK ditetapkan oleh PA (Pengguna Anggaran), Pasal 9 Ayat 1 huruf g Perpres 16/2108 ;
2. PPK memiliki kewenangan menandatangani kontrak sebagai pelimpahan kewenangan dari PA/KPA ;
3. Dalam hal tidak ada personel yang dapat ditunjuk, KPA dapat merangkap sebagai PPK ;
4. PPK dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa ;
5. Setelah Pekerjaan selesai 100%, PPK memeriksa, menerima Pekerjaan dan menandatangani Berita Acara Serah Terima.
6. PPK menetapkan Pengenaan sanksi denda keterlambatan dalam Kontrak sebesar 1 % (satu permil) dari nilai kontrak atau nilai bagian kontrak untuk setiap hari keterlambatan ;
7. PPK wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang pengadaan barang/jasa paling lambat Desember 2023 ;
8. PPK dapat mengusulkan Pengenaan Sanksi Daftar Hitam ;
9. PPK dapat dibantu oleh Pengeolal Pengadaan.
Tugas-tugas lain dari PPK selain tersebut di atas antara lain :
Mengusulkan kepada PA/KPA :
1. Perubahan paket pekerjaan, dan/atau
2. Perubahan jadwal kegiatan pengadaan
3. Menetapkan tim pendukung
4. Menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer) untuk membantu pelaksanaan tugas Unit Layanan Pengadaan
5. Menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada penyedia barang/jasa.
Sedangkan berdasarkan pasal 13 Perpres No. 54 Tahun 2010, PPK dilarang mengadakan ikatan perjanjian atau menandatangani kontrak dengan penyedia barang/jasa apabila belum tersedia anggaran atau tidak cukup tersedia anggaran yang dapat mengakibatkn dilampauinya batas anggaran yang tersedia untuk kegiatan yang dibiayai dari APBN/APBD.
Syarat-syarat Menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Sebelumnya telah dijelaskan mengenai tugas pokok PPK atau dalam bahasa inggrisnya The commitment maker official, lalu sebenarnya apa sajakah syarat-syarat seseorang bisa menduduki jabatan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)?. Berikut ini uraiannya.
Dalam Perpres 54 Tahun 2010 pasal 12 ayat 2, syarat menjadi PPK tersurat dengan tegas :
1. memiliki integritas;
2. memiliki disiplin tinggi;
3. memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas;
4. mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat KKN;
5. menandatangani Pakta Integritas;
6. tidak menjabat sebagai pengelola keuangan; dan
7. memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa.
Kemudian dijelaskan lagi bahwa persyaratan manajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c adalah:
1. berpendidikan paling kurang Sarjana Strata Satu (S1) dengan bidang keahlian yang sedapat mungkin sesuai dengan tuntutan pekerjaan;
2. memiliki pengalaman paling kurang 2 (dua) tahun terlibat secara aktif dalam kegiatan yang berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa; dan
3. memiliki kemampuan kerja secara berkelompok dalam melaksanakan setiap tugas/pekerjaannya.
Lalu muncul pertanyaan, jika sudah menjabat sebagai pejabat eselon ingin menjadi PPK apakah harus memenuhi syarat di atas?. Oh tentu saja, syarat diatas merupakan syarat mutlak untuk menjadi PPK. Bahkan, PPK tidak harus dijabat oleh seseorang yang mempunyai eselon.
Tugas PPK pada Setiap Tahapan Pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa
TAHAP PERENCANAAN KONTRAK
Pada tahap awal sebelum pelaksanaan pengadaan barang/jasa dilakukan, sebagai seorang yang ditunjuk sebagai komandan pengadaan barang/jasa, PPK dapat mengundang
UKPBJ/pejabat pengadaan dan tim teknis untuk mengkaji ulang tentang Rencana Umum Pengadaan yang telah ditetapkan oleh PA/KPA dalam rapat koordinasi awal. Dalam rangka mengkaji ulang kebijakan umum tersebut PPK bersama tim teknis maupun Unit Layanan Pengadaan /Pejabat Pengadaan dapat mere-view hal-hal :
1. Apakah kajian ulang pemaketan pekerjaan sudah mengakomodir unsur-unsur prinsip pengadaan seperti dalam pasal 5 Perpres 54 tahun 2010 antara lain unsur effisiensi, effektifitas, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel serta mendorong persaingan sehat, meningkatkan peran usaha kecil dan penggunaan produksi dalam negeri.
2. Apakah kajian ulang biaya yang tercantum didalam rencana umum pengadaan masih layak untuk dilaksanakan pada saat pekerjaan fisik dilaksanakan. Hal ini dipertimbangkan karena proses pengajuan anggaran (pagu) biasanya memerlukan waktu yang cukup lama hingga persetujuan anggaran. Pengkajian ulang pemaketan pekerjaan dapat dilakukan berdasarkan survei pasar.
3. Apakah kajian ulang paket-paket sebagaimana rencana umum pengadaan masih dapat digabungkan dan/atau dipecah demi effektifitas dan effisiensi sejauh tidak untuk menghindari pelelangan dan tidak menghalangi pengusaha kecil untuk ikut serta.
4. Apakah kajian tentang Kerangka Acuan Kerja, Spesifikasi teknis dan Gambar, waktu pelaksanaan dan hal-hal lain yang dapat merubah lingkup dan output pekerjaan.
5. Berdasarkan hasil rapat koordinasi yang dituangkan dalam Berita Acara :
Apabila PPK dan Unit Layanan Pengadaan /Pejabat Pengadaan sepakat untuk merubah Rencana Umum Pengadaan (RUP_ maka perubahan tersebut diusulkan oleh PPK kepada PA/KPA untuk ditetapkan kembali;
Apabila ada perbedaan pendapat antara PPK dengan Unit Layanan Pengadaan /Pejabat Pengadaan terkait Rencana Umum Pengadaan maka PPK mengajukan permasalahan ini kepada PA/KPA untuk diputuskan; dan putusan PA/KPA bersifat final.
Berdasar kesepakatan PPK dan Unit Layanan Pengadaan /Pejabat Pengadaan dan/atau keputusan PA/KPA, maka PPK menetapkan Rencana Pelaksanaan Pengadaan yang meliputi: kebijakan umum, rencana penganggaran biaya dan Kerangka Acuan Kerja. Dan selanjutnya PPK menyerahkan Rencana Pelaksanaan Pengadaan kepada Unit Layanan Pengadaan (ULP) sebagai bahan untuk menyusun Dokumen Pengadaan (Perpres 54 tahun 2010, hal 177) .
Spesifikasi Teknis Barang/ Jasa
Dalam Perpres 70 tahun 2012 pasal 11 ayat 1.a.1. menyebutkan bahwa salah satu tugas PPK adalah menetapkan spesifikasi teknis barang/jasa. Penyusunan spesifikasi teknis merupakan hak PPK dan tugas ini adalah sangat riskan dan krusial, karena spesifikasi merupakan dasar dalam proses pengadaan barang/jasa dan tidak boleh mengarah pada merek/brand tertentu. Setiap penawaran dari penyedia barang/jasa harus memenuhi spesifikasi teknis yang telah ditentukan dalam dokumen pengadaan.
Yang menjadi permasalahan adalah, luasnya ruang lingkup pengadaan barang/jasa bila dibandingkan dengan ruang lingkup pengetahuan PPK. Seorang PPK harus memahami spesifikasi teknis pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, jasa konsultansi, dan jasa lainnya. Seorang PPK tidak bisa berlindung dibalik tim teknis atau tim pendukung yang menyiapkan spesifikasi teknis. Seorang PPK tidak bisa berlindung dibalik konsultan perencana dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
Walaupun sebagian kegiatan perencanaan memang harus diserahkan kepada ahlinya, namun pokok pikiran serta inti dari spesifikasi tetap harus dipahami oleh PPK. PPK tidak boleh berucap “saya lulusan sosial, jadi tidak paham bangunan.” Apabila ditemukan kesalahan perencanaan konstruksi, maka oleh penyidik atau pemeriksa tetap akan diminta pertanggungjawabannya. Disini dituntut keluasan pengetahuan dan pengalaman dari seorang PPK (Khalid Mustafa).
Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
Tugas lainnya dari PPK adalah
menyusun HPS. PPK menyusun HPS yang dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertanggung jawabkan dan riwayat HPS harus didokumentasi oleh PPK secara baik.
Untuk mengetahui lebih detail mengenai langkah dalam penyusunan HPS dan fungsi HPS sendiri bisa dibaca disini .
Sesuai dengan pasal 66 ayat (7) Perpres 70 tahun 2012 menyebutkan bahwa penyusunan HPS dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan meliputi :
1. Harga pasar setempat yaitu harga barang/jasa dilokasi barang/jasa diproduksi/diserahkan/dilaksanakan, menjelang dilaksanakannya pengadaan barang dan jasa.
2. Informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
3. Informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan
4. Daftar biasa/tarif barang/jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal
5. Biaya kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya
6. Inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah Bank Indonesia
7. Hasil perbandingan kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain
8. Perkiraan perhitungan biaya yang dilakukan oleh konsultan perencana (engineer’s estimate)
9. Norma index, dan/atau
10. Informasi lain yang dapat dipertanggung jawabkan.
Kasus yang paling banyak menimpa pelaksanaan pengadaan barang/jasa adalah kasus mark up dan salah satu penyebabnya terletak pada penyusunan HPS. Berikut ini postingan sebelumnya, mengenai Panduan Penyusunan HPS agar Tidak Terkena Kasus Mark-up dan Tidak Gagal Lelang. Memang dalam menyusun HPS membutuhkan keahlian tersendiri, selain harus memahami karakteristik spesifikasi barang/jasa yang akan diadakan, juga harus mengetahui sumber dari barang/jasa tersebut. Harga barang pabrikan tentu saja berbeda dengan harga distributor apalagi harga pasar.
Yang paling sering terjadi, entah karena kesengajaan atau karena ketidaktahuan, PPK menyerahkan perhitungan HPS kepada penyedia barang/jasa atau malah kepada broker bin makelar yang melipatgandakan harga tersebut untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok. PPK langsung mengambil harga tersebut tanpa melakukan cek and recheck lagi. Akibatnya pada saat pengadaan selesai dan dilakukan pemeriksanaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau aparat hukum lainnya, ditemukan mark up harga dan mengakibatkan kerugian negara. Lagi-lagi karena ketidaktahuan dan keinginan kerja cepat dan tidak teliti menjerumuskan PPK ke ranah hukum.
Memilih Jenis Kontrak yang akan Digunakan
Tugas lain dari PPK adalah membuat rancangan kontrak sesuai dengan Perpres 70 tahun 2012 pasal 11 ayat 1.a.3. Kontrak merupakan ikatan utama antara penyedia barang/jasa dengan PPK. Draft kontrak seyogyanya berisi hal-hal yang harus diperhatikan oleh penyedia sebelum memasukkan penawaran. Karena dari draft kontrak inilah akan ketahuan ruang lingkup pekerjaan, tahapan, hal-hal yang harus diperhatikan sebelum memulai pekerjaan, bagaimana proses pemeriksaan dan serah terima, serta hal-hal lain yang dapat mempengaruhi nilai penawaran penyedia.
Ada beberapa jenis kontrak dalam pengadaan barang/jasa yang harus diketahui dan dipahami oleh PPK. Hal ini bertujuan agar PPK mampu memastikan kesesuaian antara jenis kontrak dengan jenis pekerjaan. Apa dan kapan harus menggunakan kontrak lumpsum , kontrak harga satuan, gabungan lumpsum dan harga satuan, kontrak persentase, kontrak terima jadi, kontrak tahun tunggal, dan
kontrak tahun jamak . Itu baru dari sisi jenis kontraknya. Belum membahas mengenai syarat-syarat umum kontrak (SSUK) dan syarat-syarat khusus kontrak (SSKK). Perlakuan terhadap pekerjaan yang bersifat kritis juga harus berbeda dengan perlakukan pekerjaan rutin. Bahkan untuk pekerjaan yang dilaksanakan menjelang akhir tahun anggaran harus memperhatikan klausul denda, batas akhir pekerjaan, dan pembayaran, khususnya apabila pekerjaan melewati batas pembayaran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
MENERBITKAN SPPJB
Unit Layanan Pengadaan/Panitia Lelang menyampaikan Berita Acara Hasil Pemeriksaan kepada PPK sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) . PPK menerbitkan SPPBJ dengan ketentuan tidak ada sanggahan dari peserta, maupun sanggahan banding.
Walaupun ketentuan penerbitan SPPBJ telah dipersiapkan secara matang oleh ULP/panitia pengadaan, sebaiknya PPK meneliti ulang Berita Acara Hasil Pelelangan yang diserahkan oleh Unit Layanan Pengadaan/Panitia Pengadaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan mere-view Berita Acara Hasil Pemeriksaan diantaranya :
1. Cek proses pelaksanaan pemilihan. Jika PPK melihat adanya kesalahan prosedur pemilihan yang dihasilkan oleh Unit Layanan Pengadaan /Panitia Pengadaan dengan data dan bukti, PPK berhak mengembalikannya kepada Unit Layanan Pengadaan.
2. Cek Harga Penawaran dengan Total HPS. Nilai penawaran di bawah 80% dari HPS, atau di atas 80% dari HPS.
3. Cek Kemampuan Personil. Jika PPK memandang personil tidak kompeten, PPK berhak meminta pengganti personil dengan tenaga yang dipersyaratkan.
Jika proses pemilihan yang dilakukan Unit Layanan Pengadaan/Panitia Pengadaan sudah dianggap memenuhi persyaratan yang dipersyaratkan terutama yang berkaitan dengan spesifikasi teknis, HPS dan kontrak, selanjutnya PPK menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah pengumuman penetapan pemenang. Penerbitan SPPBJ yang dikeluarkan oleh PPK berisikan hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan pembuatan kontrak antara lain :
1. Besarnya Jaminan Pelaksanaan yang harus dibuat oleh penyedia jasa;
Nilai penawaran terkoreksi antara 80% (delapan puluh perseratus) sampai dengan 100% (seratus perseratus) dari nilai total HPS, Jaminan Pelaksanaan adalah sebesar 5% (lima perseratus) dari nilai Kontrak;
Nilai penawaran terkoreksi dibawah 80% (delapan puluh perseratus) dari nilai total HPS, besarnya Jaminan Pelaksanaan 5% (lima perseratus) dari nilai total HPS.
2. Jaminan Pelaksanaan sudah harus diberikan oleh Penyedia Jasa kepada PPK paling lambat 14 hari sejak diterbitkannya Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa.
3. Jaminan Pelaksanaan berlaku sejak tanggal Kontrak sampai serah terima Barang/Jasa Lainnya atau serah terima pertama Pekerjaan Konstruksi atau pekerjaan selesai untuk pengadaan barang/jasa lainnya.
Menandatangani Kontrak
Setelah SPPBJ diterbitkan, PPK melakukan finalisasi terhadap rancangan kontrak, dan menandatangani kontrak pelaksanaan pekerjaan, apabila dananya cukup tersedia dalam dokumen anggaran, dengan ketentuan:
1. Penandatangan kontrak dilakukan paling lambat 14 hari (empat belas) hari kerja setelah diterbitkan SPPBJ, dan setelah penyedia menyerahkan jaminan pelaksanaan dengan ketentuan :
Nilai jaminan pelaksanaan untuk harga penawaran terkoreksi 80% (delapan puluh perseratus) sampai dengan 100 % (seratus persen) nilai total HPS adalah sebesar 5 % (lima perseratus) dari nilai kontrak.
Nilai jaminan pelaksanaan untuk harga penawaran terkoreksi atau di bawah 80% (delapan puluh perseratus) nilai HPS adalah sebesar 5% (lima perseratus) dari nilai total HPS, dan
Masa berlaku jaminan pelaksanaan sejak tanggal penandatangan kontrak sampai serah terima barang berdasarkan kontrak.
2. Sebelum menandatangani kontrak PPK dan Penyedia Barang/Jasa berkewajiban untuk memeriksa konsep kontrak yang meliputi substansi, bahasa/redaksional, angka, huruf serta membubuhkan paraf pada lembar demi lembar dokumen kontrak.
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgeriijk Wetboek) menyebutkan: Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu pokok persoalan tertentu;
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
PPK harus memperhatikan hal ini, karena apabila salah satu dari 4 hal tersebut tidak terpenuhi, maka penandatanganan kontrak menjadi tidak sah. Sebelum penandatanganan, PPK harus yakin bahwa yang mewakili penyedia adalah benar-benar direktur atau kuasa direktur yang nama penerima kuasa ada dalam akta atau pejabat yang menurut anggaran dasar perusahaan berhak untuk mengikat perjanjian. Para pihak juga dalam kondisi sah untuk mengikat perjanjian, pokok perjanjiannya jelas dan tidak ada hal-hal yang melanggar hukum, baik perdata maupun pidana, dalam isi perjanjian.
MELAKSANAKAN KONTRAK
Kontrak adalah dokumen yang memiliki kekuatan hukum serta mengikat para pihak. Namun, terkadang karena kesibukan secara struktural, Pejabat Pembuat Komitmen hanya menandatangani dan melupakan pelaksanaannya. Penyedia barang/jasa dibiarkan bekerja seenak mereka atau hanya menyerahkan pengawasan pelaksanaan pekerjaan pada konsultan pengawas. Mereka lupa, bahwa pelaksanaan pekerjaan adalah tanggung jawab PPK. Apabila terjadi permasalahan, sering dibiarkan begitu saja dan baru kalang kabut apabila pekerjaan telah selesai atau mengalami hambatan. Ini yang sering terjadi pada pekerjaan konstruksi, khususnya apabila pelaksanaan pekerjaan tersebut dilaksanakan pada akhir tahun anggaran. Sudah menjadi aturan baku, bahwa tahun anggaran berakhir 31 Desember bagi pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan kontrak tahun tunggal. Tapi baru kalang kabut akhir Desember setelah melihat pekerjaan belum selesai 100% bahkan tidak dapat diselesaikan tepat tanggal 31 Desember. Bahkan sebagian kasus, baru pusing setelah masuk bulan Januari.
Keterlambatan pekerjaan tidak terjadi begitu saja dan tidak terjadi hanya dalam semalam. Sejak awal, setiap keterlambatan telah dapat dideteksi. Seharusnya, apabila ada gejala-gejala awal keterlambatan, misalnya material yang seharusnya sudah masuk belum tiba, atau curah hujan yang terjadi diluar perkiraan, maka dapat dilakukan tindakan pencegahan dan langkah-langkah penanggulangan. Apabila setelah dicoba ditanggulangi tetap tidak dapat teratasi, maka klausul kontrak kritis dapat diberlakukan. Lagi-lagi, khusus klausul kontrak kritis sudah harus dipersiapkan pada saat perencanaan atau penyusunan draft kontrak. Namun, alangkah banyak PPK yang setelah menandatangani kontrak seakan-akan melupakan adanya sebuah pekerjaan yang berada dibawah tanggungjawabnya. Malah ada yang baru turun ke lokasi proyek pembangunan gedung kalau atasannya hendak berkunjung. Sehingga, saat menghadapi masalah menjadi ‘gelagapan’ dan kebingungan. PPK wajib memiliki kemampuan untuk membaca time shedule dan berbagai jenis bentuk dan mekanisme kontrol pekerjaan (rahmanmokoginta).
Melaporkan Pelaksanaan/Penyelesaian Pengadaan Barang/ Jasa
Melaporkan pelaksanaan pekerjaan ini tidak sekedar membuat laporan asal bapak senang. PPK juga harus mampu melaporkan kesesuaian antara kontrak yang ditandatangani dengan pelaksanaan pekerjaan. Selain kemajuan fisik, yang sering ditanyakan oleh PA/KPA adalah kemajuan daya serap anggaran serta kendala yang dihadapi pada saat pelaksanaan.
Yang harus diingat, setiap kendala merupakan tugas yang harus diselesaikan oleh PPK, sehingga setiap laporan terhadap kendala harus dibarengi dengan laporan rencana penyelesaian terhadap kendala tersebut.
Peyerahan Hasil Pekerjaan
Salah satu temuan yang paling sering terjadi adalah pengadaan barang/jasa fiktif. Hal ini terjadi karena PPK tidak cermat dalam melihat barang/jasa yang diadakan. Hasil pekerjaan yang diserahkan oleh penyedia barang/jasa diterima bulat-bulat dan tidak melakukan prinsip check, recheck and crosschek
Karena tidak memahami jenis barang/jasa yang diadakan, PPK biasanya menerima dokumen apapun yang disodorkan oleh penyedia. Walaupun ada panitia penerima hasil pekerjaan atau ada konsultan pengawas, penanggung jawab pekerjaan tetap berada di tangan PPK, sehingga pemeriksaan atas barang/jasa yang telah diadakan tetap mutlak dilakukan oleh PPK sebelum diserahkan kepada PA/KPA.
Penyerahan hasil pekerjaan tidak sekedar menyerahkan secara fisik, melainkan harus menyerahkan sesuai dengan fungsi dan kemampuan yang telah ditetapkan dalam dokumen pengadaan serta dokumen kontrak. Oleh sebab itu, pada saat pengujian, PPK harus bisa memastikan setiap spesifikasi sesuai dengan yang telah ditetapkan dan alat/barang berfungsi sesuai ketentuan. Dari keterangan tersebut di atas jelas, bahwa beberapa tugas pokok dan fungsi PPK, bahwa tugas PPK tidak sekedar tanda tangan kontrak.

Sumber:
http://bdksemarang.kemenag.go.id/, PPK dalam Pengadaan Barang dan Jasa (Yeri Adriyanto)
Majalah Kredibel Edisi 02, PPK tidak sekedar tanda tangan kontrak (Khalid Mustafa)
Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

PENENTUAN PERAN KONTRAKTOR DALAM PEMBANGUNAN


Fungsi dan Tugas Kontraktor Pelaksana Proyek

Kontraktor pelaksana proyek adalah entitas hukum atau individu yang ditunjuk untuk melaksanakan pekerjaan proyek sesuai dengan keahliannya. Atau dalam definisi lain menyatakan bahwa perusahaan yang penawaran harganya telah diterima dan telah diberikan penunjukan surat serta menandatangani surat perjanjian dengan pemberi tugas pekerjaan pemborongan sehubungan dengan pekerjaan proyek.
Pemilik proyek (owner) memberikan kepercayaan secara langsung kepada pelaksana kontraktor untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi. Pengatur dan persetujuan mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak diatur dalam kontrak.
Kontraktor bertanggung jawab langsung pada pemilik proyek (owner) dan dalam melakukan pekerjaan ini diawasi oleh tim konsultan pengawas dari pemilik dan dapat berkonsultasi langsung dengan tim pengawas untuk masalah-masalah yang terjadi dalam pelaksanaan serta bagaimana merencanakan strategi proyek agar berjalan dengan sukses..
Perubahan desain harus berkonsultasi sebelum pekerjaan dilakukan.
Kontraktor sebagai pelaksana proyek pasti mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam melaksanakan fungsi-fungsi, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Melaksanakan pembangunan bekerja sesuai dengan peraturan dan spesifikasi yang telah direncanakan dan ditentukan di dalam kontrak Perjanjian Pemborongan.
2. Memberikan laporan kemajuan proyek meliputi laporan harian, mingguan, dan bulanan kepada pemilik proyek yang berisi antara lain:
Pelaksanaan pekerjaan.
Prestasi kerja dicapai.
Jumlah tenaga kerja yang digunakan.
Jumlah bahan-bahan yang masuk. Keadaan cuaca dan lain-lain.
3. Menyediakan tenaga kerja, bahan, peralatan, tempat kerja, dan alat-alat pendukung lainnya yang digunakan mengacu pada gambar dan spesifikasi set memperhatikan waktu, biaya, kualitas dan pekerjaan keamanan.
4. Sepenuhnya bertanggung jawab atas kegiatan pembangunan dan metode pelaksanaan pekerjaan di lapangan.
5. Menjalankan pekerjaan sesuai dengan jadwal (schedule) yang telah disepakati.
6. Melindungi semua peralatan, bahan, dan bekerja terhadap kerugian dan kerusakan sampai dengan serah terima pekerjaan.
7. Kontraktor dapat meminta kepada pemilik proyek untuk memberikan perpanjangan waktu penyelesaian proyek dengan memberikan alasan yang masuk akal dan sesuai dengan kenyataan yang menyebabkan perlunya waktu tambahan tersebut.
8. Mengganti semua kerusakan yang disebabkan oleh kecelakaan selama pelaksanaan pekerjaan, serta menyediakan perlengkapan wajib pertolongan pertama pada kecelakaan.

PENENTUAN PERAN KONSULTAN DALAM PEMBANGUNAN


DEFINISI KONSULTAN PROYEK

Pengertian Konsultan

Konsultan adalah pihak yang diberi tugas oleh owner untuk merencanakan atau mengawasi pelaksanaan pekerjaan supaya hasil pekerjaan sesuai dengan spesifikasi yang diharapkan.
Tugas sebuah perusahaan konsultan adalah mengawal Owner pada tahap awal proyek (tahap perencanaan dan perancangan) untuk mempersiapkan tahap selanjutnya, serta pada masa konstruksi (pelaksanaan pembangunan fisik).
Job description konsultan secara umum adalah menerjemahkan keinginan dan kebutuhan owner dengan mendampingi konsultan perencana dalam proses desain yang dituangkan ke dalam dokumen gambar, perhitungan, dan dokumen pendukung lainnya. Kemudian melakukan pengawasan dan bimbingan kontraktor pada fase pelaksanaannya. Perencanaan di awal proyek yang matang akan menghasilkan sebuah produk pedoman pelaksanaan yang akurat, yang nantinya akan sangat turut menentukan kesuksesan sebuah proyek.
Peran Konsultan dalam Industri Konstruksi
Konsultan adalah seorang tenaga profesional yang menyediakan jasa kepenasihatan (Consultancy Service) dalam bidang keahlian tertentu. Dalam bidang konstruksi, konsultan dibedakan menjadi dua macam yaitu Konsultan Perencana dan Konsultan Pengawas.
1) Konsultan Perencana
Konsultan Perencana adalah pihak yang ditunjuk oleh pemberi tugas untuk melaksanakan pekerjaan perencanaan, perencana dapat berupa perorangan atau badan usaha baik swasta maupun pemerintah. Saat pelaksanaan pembangunan berlangsung, pihak konsultan perencana dapat membuat jadwal pertemuan rutin dengan kontraktor untuk membahas hal-hal yang mungkin perlu mendapat pemecahan dari perencana, misalnya saat aproval material atau pembuatan gambar shop drawing sebagai pedoman pelaksanaan proyek.
Peran Konsultan Perencana:
a) Mengadakan penyesuaian keadaan lapangan dengan keinginan pemilik bangunan.
b) Membuat gambar kerja pelaksanaan.
c) Membuat Rencana Kerja dan Syarat Pelaksanaan Bangunan (RKS) sebagai pedoman pelaksanaan.
d) Membuat Rencana Anggaran Biaya (RAB).
e) Memproyeksikan keinginan atau ide-ide pemilik ke dalam desain bangunan.
f) Melakukan perubahan desain bila terjadi penyimpangan pelaksanaan pekerjaan di lapangan yang tidak memungkinkan desain terwujud diwujudkan.
g) Mempertanggungjawabkan desain dan perhitungan struktur jika terjadi kegagalan konstruksi.
2) Konsultan Pengawas
Konsultan Pengawas adalah pihak yang ditunjuk oleh pemilik proyek (owner) untuk melaksanakan pekerjaan pengawasan. Konsultan pengawas dapat berupa badan usaha atau perorangan. Perlu sumber daya manusia yang ahli di bidangnya masing-masing seperti teknik sipil, arsitektur, mekanikal elektrikal, listrik, dan lain-lain sehingga sebuah bangunan dapat dibangun dengan baik dalam waktu cepat dan efisien.
Peran Konsultan Pengawas:
a) Menyelenggarakan administrasi umum mengenai pelaksanaan kontrak kerja.
b) Melaksanakan pengawasan secara rutin dalam perjalanan pelaksanaan proyek.
c) Menerbitkan laporan prestasi pekerjaan proyek untuk dapat dilihat oleh pemilik proyek.
d) Konsultan pengawas memberikan saran atau pertimbangan kepada pemilik proyek maupun kontraktor dalam proyek pelaksanaan pekerjaan.
e) Mengoreksi dan menyetujui gambar shop drawing yang diajukan kontraktor sebagai pedoman pelaksanaan pembangunan proyek.
f) Memilih dan memberikan persetujuan mengenai tipe dan merek yang diusulkan oleh kontraktor proyek namun tetap berpedoman dengan kontrak kerja konstruksi yang sudah dibuat sebelumnya.
Baca: Definisi Kontraktor
Karakteristik Industri Jasa Konstruksi
Karakteristik jasa konstruksi adalah sangat spesifik sekali karena sifatnya sangat berbeda dengan jasa industri-industri yang lain. Sifat spesifik tersebut ditandai oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a) Merupakan suatu bisnis dengan resiko yang sangat tinggi yang penuh dengan ketidak pastian dengan laba yang rendah.
b) Pasar sangat dikuasai oleh pembeli karena kepentingan pembeli sangat dilindungi dengan adanya: konsultan pengawas, bank garansi, asuransi, prosedtir kompetisi dan adanya sangsi-sangsi penalti terhadap kontraktor, dilain pihak kepentingan kontraktor hampir tidak dilindungi sama,sekali.
c) Harga jual atau nilai kontrak bersifat sangat konservatif Sedangkan biaya produksi mempunyai sifat yang sangat fluktuatif.
d) Standard mutu dan jadwal waktu pelaksanaan ditetapkan oleh pembeli.
e) Proses konstruksi yang selalu berubah akibat dari lokasi dan hasil karya perencanaan yang selalu berbeda karakteristiknya.
f) Reputasi dari kontraktor sangat mempengaruhi pengambilan keputusan dari pembeli.
Industri Jasa Konstruksi di Indonesia
Industri jasa konstruksi adalah industri yang mencakup semua pihak yang terkait dengan proses konstruksi termasuk tenaga profesi, pelaksana konstruksi dan juga para pemasok yang bersama-sama memenuhi kebutuhan pelaku dalam industri.
Jasa konstruksi adalah jasa yang menghasilkan prasarana dan sarana fisik. Jasa tersebut meliputi kegiatan studi, penyusunan rencana teknis/rancang bangun, pelaksanaan dan pengawasan serta pemeliharaannya. Mengingat bahwa prasarana dan sarana fisik merupakan landasan pertumbuhan sektor-sektor dalam pembangunan nasional serta kenyataan bahwa jasa konstruksi berperan pula sebagai penyedia lapangan kerja, maka jasa konstruksi penting dalam pembangunan nasional.
Sebelum terjadi krisis moneter, sektor jasa konstruksi mengalami pertumbuhan yang cukup fantastik. Sehingga tak heran apabila sektor itu disebut sebagai motor penggerak sektor perekonomian yang utama. Saat ini kontraktor nasional masih sangat kesulitan untuk bersaing dengan kontraktor asing yang mampu memperoleh finansial dengan bunga rendah di negaranya. Sementara kontraktor Indonesia, fasilitas jaminan bank-nya saja masih sering ditolak oleh pemilik proyek di luar negeri. Pemberian fasilitas khusus bagi kontraktor yang berupaya mendapatkan tender diluar negeri sudah banyak dilakukan di negara-negara lain seperti Singapura, Malaysia, Cina dan Korea, dengan harapan usaha jasa konstruksinya dapat menghasilkan devisa bagi negara. Fasilitas tersebut disebabkan kontraktor di Korea atau Jepang digandeng investor swasta maupun pemerintah dari negaranya sendiri.
Selain itu ada beberapa kelemahan kontraktor nasional, antara lain dalam hal manajemen organisasi. Kelemahan lainnya adalah minimnya pengalaman terjun ke luar negeri, sehingga bisa dikatakan bahwa “lapangan” di mancanegara itu masih asing bagi kontraktor nasional. Namun kelemahan ini bisa diatasi dengan beberapa cara, misalnya dengan menjalin kerja sama kemitraan dengan perusahaan kontraktor asing, memperbaiki profesionalitas dan manajemen usaha, serta terus menerus mempelajari karakteristik bisnis konstruksi di berbagai negara.
Untuk lebih mencermati kondisi jasa konstruksi Indonesia dalam era globalisasi tersebut maka dilakukan proses analisis SWOT. Dimana era globalisasi akan membuka selebar-lebarnya kesempatan kepada kontraktor lain untuk berusaha di Indonesia.
Pertanyaan Yang Sering Diajukan (FAQ)
Pada bagian ini akan dipaparkan pertanyaan dan jawaban pada ruang lingkup badan usaha konstruksi yang muncul ketika diskusi yang berkaitan dengan tulisan ini.
FAQ:
1) Posisi seorang konsultan pengawas, konsultan perencana dalam pelaksanaan proses kontruksi?
Jawab:
Sewaktu owner mempunyai ide untuk suatu konstruksi sampai ke dalam tahapan pengeluaran gambar DED, ini disebut pra-konstruksi 8 dimana konsultan perencana berperan. Sedangkan ketika memulai dan selama masa kontruksi, disini peran konsultan pengawas lebih besar.
2) Misal dalam pelaksanaan proses pemancangan tiang pondasi, kedalaman tanah keras tidak sesuai dengan yang tertera di gambar, dan harus direvisi. Berakibat pada menganggur nya alat, apakah ada penggantian kerugian terhadap kontraktor?
Jawab:
Dilakukan penyelidikan menyeluruh mulai dari proses perencanaan, seperti data sondir tanah nya. Jika memang ada kelalaian yang menyebabkan kerugian, maka dapat dituntut ganti rugi
3) Apabila terjadi ketidaksesuaian antara pelaksana dan perencana, siapakah yang akan bertanggung jawab?
Jawab:
Kontraktor dan konsultan pengawas. Karena seharusnya kontraktor dalam melaksanakan harus sesuai dengan apa yang sudah direncanakan.
4) Apabila bangunan rusak tetapi masih dalam masa pemeliharaan, kepada siapakah owner mengajukan tuntutan? Konsultan atau kontraktor?
Jawab:
Kontraktor, berarti kontraktor membangun tidak sesuai dengan spesifikasi yang sudah ditentukan.
5) Antara konsultan pengawas dan perencana, mengapa berbeda?
Jawab:
Untuk mencegah bentuk penyimpangan dalam masa perencanaan sampai masa kontnruksi selesai.
6) Menguntungkan mana, menjadi seorang konsultan pengawas, perencana, atau konsultan MK dalam pelelangan konsultan?
Jawab:
Umumnya owner menggunakan jasa konsultan MK ketika membangun proyek-proyek besar. Antara konsultan pengawas dan perencana kedua nya dibutuhkan dalam pelaksanaan proyek. Ketika bicara biaya, tergantung kepada nilai proyeknya karena semua nya punya tanggung jawab yang sama
7) Siapa yang mengeluarkan SKA?
Jawab:
Lembaga Penyedia Jasa Kontruksi (LPJK)
8) Apa peran INKINDO?
Jawab:
Memfasilitasi konsultan seluruh Indonesia, menyediakan informasi terbaru yang berhubungan dengan konsultan.
Semakin berkembangnya industri konstruksi, maka kegiatan tinjauan terhadap Konsultan juga harus dilakukan pembaharuan dari waktu ke waktu. Dalam hal ini, tinjauan pustaka atau referensi/rujukan sebaiknya didasarkan pada peraturan terkini yang diterbitkan pemerintah atau asosiasi terkait.

PENENTUAN DAN FUNGSI PPK DALAM PELELANGAN BARANG DAN JASA

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 
PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa. Hal ini berarti bahwa sukses atau tidaknya pelaksanaan pengadaan barang/jasa di letakkan di pundak PPK. Secara rinci tugas dan tanggung jawab PPK dituangkan dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010 jo Perpres Nomor 70 Tahun 2012 pasal 11:

1. PPK memiliki tugas pokok dan kewenangan sebagai berikut:
a. menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi:
1) spesifikasi teknis Barang/Jasa;
2) Harga Perkiraan Sendiri (HPS); dan
3) rancangan Kontrak.
b. menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/ Jasa;
c. menyetujui bukti pembelian atau menandatangani Kuitansi/Surat Perintah Kerja (SPK)/surat perjanjian;
d. melaksanakan Kontrak dengan Penyedia Barang/ Jasa;
e. mengendalikan pelaksanaan Kontrak;
f. melaporkan pelaksanaan/penyelesaian Pengadaan Barang/Jasa kepada PA/KPA;
g. menyerahkan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/ Jasa kepada PA/KPA dengan Berita Acara Penyerahan;
h. melaporkan kemajuan pekerjaan termasuk penyerapan anggaran dan hambatan pelaksanaan pekerjaan kepada PA/KPA setiap triwulan; dan
i. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

2. Dalam hal diperlukan, PPK dapat:
a. Mengusulkan kepada PA/KPA perubahan paket pekerjaan dan/atau perubahan jadwal kegiatan pengadaan;
b. Menetapkan tim pendukung;
c. Menetapkan tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis untuk membantu pelaksanaan tugas Unit Layanan Pengadaan; dan
d. Menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada penyedia barang/jasa.

Setelah PA/KPA menetapkan penggunaan dana anggaran melalui paket-paket pengadaan barang/jasa, maka pelaksanaan pengadaan barang/jasa selanjutnya menjadi tanggung jawab PPK. Tanggung jawab PPK meliputi:
a. Penetapkan spesifikasi teknis barang/jasa seperti bentuk, ukuran, kwalitas, kapasitas, dan sebagainya;
b. Penyusunan dan penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS);
c. Penyusunan, penandatanganan, pelaksanaan, dan pengendalian kontrak;
d. Menyetujui bukti pembayaran yang meliputi Bukti Pembelian, Kwitansi, SPK, dan Kontrak, termasuk menyerahkan berkas tagihan kepada Pejabat Penanda Tangan SPM;
e. Melaporkan kemajuan pelaksanaan pengadaan barang/jasa dan hambatan dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa termasuk penyerapan anggaran;
f. Menyerahkan hasil pengadaan barang/jasa kepada PA/KPA. (Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran)

Dalam memenuhi tanggung jawab tersebut PPK wajib melakukan hal-hal berikut:
a. Mencari informasi tentang kebutuhan setiap bagian dan seksi dalam satuan kerja dan unit kerja yang meliputi jumlah, ukuran, sfesifikasi teknis barang dan lain-lain. Kesesuaian jumlah, ukuran, dan spesifikasi barang dengan kebutuhan pengguna pada masing-masing bagian dan seksi akan mempengaruhi kinerja instansi pemerintah. Sebaliknya kasalahan dalam menentukan spesifikasi teknis barang/jasa dapat berakibat barang yang sudah dibeli tidak dapat berfungsi dengan baik dan akan menghambat penyelesaian pekerjaan.
b. Melakukan survey harga pasar untuk setiap jenis barang yang akan dilaksanakan pengadaannya. Hasil survey harga tersebut dijadikan dasar penyusunan dan penetapan Harga Perkiraan Sendiri.
c. Dalam hal pengadaan barang/jasa dilakukan dengan melalui kontrak atau SPK, PPK harus menyusun, menandatangani, dan melaksanakan kontrak atau SPK tersebut. Dalam hal ini PPK harus dapat melakukan pengendalian agar semua klausule yang telah tertuang dalam kontrak atau SPK dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa dengan sebaik-baiknya.
d. Mempersiapkan pembayaran atas pelaksanaan pengadaan yang telah dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa. Dalam hal pembayaran dilakukan dengan menggunakan SPM-LS PPK mempersiapkan berkas SPP-LS.
e. Melaporkan perkembangan proses pengadaan barang/jasa. Jika pelaksanaan pengadaan barang/jasa mengalami hambatan PPK harus memberitahukan hambatan tersebut kepada PA/KPA. Hambatan dalam pengadaan barang/jasa dapat terjadi dalam pelaksanaan kontrak seperti keterlambatan penyelesaian pekerjaan oleh penyedia barang/jasa.
f. Menyerahkan hasil pengadaan barang/jasa kepada PA/KPA.
Bagaimana jika PPK tidak ada karena sesuatu hal? Hal ini hanya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yakni pada pasal 9: Dalam kondisi tertentu, jabatan PPK atau PPSPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dapat dirangkap oleh KPA.

Jumat, 05 April 2019

KONSEP DASAR PENGADAAN


Definisi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Pengertian pengadaan barang dan jasa secara harfiah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu berarti tawaran untuk mengajukan harga dan memborong pekerjaan atas penyediaan barang/jasa.

Pasal 1 angka 1 Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah menentukan bahwa pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang dan jasa yang dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang dan jasa.

Setelah Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 dicabut dan diganti dengan Keputusan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah menjelaskan Pengadaan Barang dan jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang dan jasa oleh kementerian/ Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya selanjutnya disebut K/D/L/I yang prosesnya dimulai
dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang dan jasa.

Tahap Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Tahap-tahap dalam pengadaan barang dan jasa dengan prakualifikasi yaitu : 
  1. Pengumuman prakualifikasi
  2. Pengambilan dokumen prakualifikasi
  3. Pemasukan dokumen prakualifikasi
  4. Evaluasi dokumen prakualifikasi
  5. Penetapan hasil prakualiflkasi x
  6. Pengumuman hasil prakualifikasi
  7. Masa sanggah prakualifikasi
  8. Undangan kepada peserta yang lulus prakualifikasi
  9. Pengambilan dokumen lelang umum
  10. Penjelasan
  11. Penyusunan berita acara penjelasan dokumen lelang dan perubahannya
  12. Pemasukan penawaran
  13. Pembukaan penawaran
  14. Evaluasi penawaran
  15. Penetapan pemenang
  16. Pengumuman pemenang
  17. Masa sanggah
  18. Penunjukan pemenang
  19. Penandatanganan kontrak

Ruang Lingkup Pengadaan Barang dan Jasa

Ruang lingkup pengadaan barang dan jasa berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 meliputi pengadaan barang dan jasa di lingkungan K/D/L/I yang pembiayaannya baik sebagian atau seluruhnya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah. Pengadaan barang dan jasa untuk investasi di lingkungan bank Indonesia, Badan hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah.

Dasar Hukum Pengadaan Barang dan Jasa

  1. Keppres No. 54 Tahun 2010, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
  2. Inpres No. 5 Tahun 2003, tentang Paket Kebijakan Ekonomi Menjelang dan Sesudah Berakhimya Program Kerjasama Dengan International Monetary Fund
  3. Inpres No. 5 Tahun 2004, tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi
  4. Perpres No. 8 tahun 2006, tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Presiden No. 8 Tahun 2003 (tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah)

PERMASALAHAN ASPEK HUKUM PEMBANGUNAN(BAG.3)


PERPANJANGAN WAKTU KONTRAK DAN PEMBERIAN KESEMPATAN DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
Posted on 20 Agustus 2017 by auditor berbagi
Sebagaimana diketahui bahwa Instansi Pemerintah, baik yang mengelola dana APBN, APBD, ataupun BUMN/BUMD erat kaitannya dengan pengadaan barang/jasa. Bisa dikatakan, keseharian dari instansi tersebut tidak terlepas dengan pengadaan barang/jasa. Pada artikel ini, kami akan mencoba menguraikan terkait dengan salah satu tema yang sering terjadi kekeliruan pemahaman di lapangan sehingga tidak jarang kemudian menimbulkan permasalahan, yaitu terkait dengan perpanjangan waktu kontrak dan pemberian kesempatan untuk penyelesaian pekerjaan.
ADDENDUM PERPANJANGAN WAKTU KONTRAK
Addendum perpanjangan waktu kontrak adalah perubahan kontrak yang berupa perpanjangan waktu pelaksanaan kontrak karena adanya perubahan kondisi lapangan, force majeure , dan/atau peristiwa kompensasi yang menuntut perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan.
Ada beberapa kriteria keadaan dapat dikategorikan sebagai Foce Majeure, diantaranya:
Ada pernyataan force majeure dari instansi yang berwenang (bencana alam, bencana sosial, kerusuhan, kejadian luar bsa, dan gangguan industri).
Selain kategori force majeure di atas, tidak diperlukan pernyataan dari instansi yang berwenang, tetapi diperlukan bukti/data terkait force majeure , misalnya data curah hujan dari BMKG, pemotongan anggaran oleh Kementerian Keuangan, atau terjadi kondisi yang tidak dapat dikendalikan oleh para pihak.
Kejadian force majeure menuntuk adanya perpanjangan waktu pelaksanaan pekerjaan.
Sedangkan untuk peristiwa kompensasi adalah terkait dengan hal-hal sebagai berikut:
PPK mengubah jadwal yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan.
Keterlambatan pembayaran kepada penyedia.
PPK tidak memberikan gambar-gambar, spesifikasi dan/atau instruksi sesuai jadwal yang dibutuhkan.
PPK menginstruksikan kepada pihak penyedia untuk melakukan pengujian tambahan yang setelah dilakukan pengujian ternyata tidak ditemukan kerusakan/kegagalan/penyimpangan.
PPK memerintahkan penundaan pelaksanaan pekerjaan.
Ketentuan lain dalam SSKK.
PEMBERIAN KESEMPATAN PENYELESAIAN PEKERJAAN
Pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan adalah pemberian kesempatan dari PPK kepada penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan akibat terjadinya keterlambatan penyelesaian pekerjaan karena kesalahan penyedia barang/jasa .
Syarat-syarat pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan, diantaranya:
Tidak boleh direncakan sebelum penandatanganan kontrak.
Analisis PPK menyimpulkan bahwa lebih efisien dan bermanfaat apabila penyedia diberi kesempatan menyelesaikan pekerjaan.
Penyedia dinilai dan membuat pernyataan sanggup menyelesaikan pekerjaan apabila diberi kesempatan.
Memperpanjang jaminanan pelaksanaan (jika ada).
Penyedia membuat surat pernyataan bahwa sanggup menyelesaikan sisa pekerjaan maksimal 90 hari kalender sejak berakhirnya sa pekerjaan, bersedia dikenakan denda keterlambatan, dan tidak menuntut denda/bunga apabila terdapat keterlambatan pembayaran atas penyelesaian sisa pekerjaan pada tahun anggaran berikutnya.
PA/KPA menyatakan bersedia mengalokasikan anggaran pada tahun berikutnya untuk membayar sisa pekerjaan yang diselesaikan pada tahun berikutnya.
Catatan:
Berdasarkan Pasal 93 Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015, pemberian kesempatan menyelesaikan pekerjaan maksimal 50 hari kalender.
Berdasarkan Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Penyelesaian Pekerjaan yang Tidak Terselesaikan Sampai Dengan Akhir Tahun Anggaran sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/MPK.05/2015, pemberian kesempatan menyelesaikan pekerjaan maksimal 90 hari kalender.
Perpanjangan waktu kontrak dan pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan dilaksankan sebelum berkahirnya kontrak. Dalam perpanjangan waktu kontrak diperlukan adanya addendum atau perubahan kontrak, sedangkan pemberikan kesempatan penyelesaian pekerjaan tidak diperlukan adanya addendum perpanjangan waktu, tetapi apabila pemberian kesempatan penyelesaian pekerjaan melampaui tahun anggaran, diperlukan adanya perubahan pembebanan anggaran.
Dalam perpanjangan waktu kontrak tidak dikenakan sanksi berupa denda, namun untuk pemberikan kesempatan penyelesaian pekerjaan dikenakan denda dengan kondisi sebagai berikut:
1/1000 per hari dari bagian kontrak apabila penyelesaian masing-masing pekerjaan yang tercantum pada bagian kontrak tersebut tidak tergantung satu sama lain dan memiliki fungsi yang berbeda, dimana fungsi masing-masing bagian kontrak tersebut tidak terkait satu sama lain dalam pencapaian kinerja pekerjaan.
1/1000 per hari dari total nilai kontrak apabila penyelesaian masing-masing pekerjaan yang tercantum pada bagian kontrak tersebut tergantung satu sama lain dan tidak memiliki fungsi yang berbeda, dimana fungsi masing-masing bagian kontrak tersebut terkait satu sama lain dalam pencapaian kinerja pekerjaan.

Daftar Referensi:

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015.
Peraturan Kepala LKPP Nomor 14 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Perpres 70 Tahun 2012.
Pereaturan Kepala LKPP Nomor 15 Tahun 2012 tentang Standar Dokumen Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Penyelesaian Pekerjaan yang Tidak Terselesaikan Sampai Dengan Akhir Tahun Anggaran sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/MPK.05/2015

Demikian, semoga bermanfaat.

Terimakasih, selamat membaca.

Panduan Penyusunan HPS agar Tidak Terkena Kasus Mark-up dan Tidak Gagal Lelang


Dalam proses pengadaan barang dan jasa,salah satu tahapan yang paling krusial bagi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Penyusunan HPS akan menentukan proses penawaran oleh penyedia barang dan jasa. Apabila HPS ditetapkan lebih mahal dari harga wajar maka akan menimbulkan potensi adanya kerugian negara atau biasa yang dianggap dengan pelembungan harga ( mark-up ) dan dianggap telah terjadi persekongkolan antara pejabat pengadaan dengan penyedia barang. Akan tetapi, apabila ditetapkan lebih rendah dari harga wajar berpotensi untuk terjadinya tender gagal karena tidak ada penyedia barang yang berminat untuk mengikuti lelang pengadaan. Oleh karenanya, Pengadaan.web.id
bakal memberikan panduan dalam penyusunan HPS bagi PPK agar tidak terkena kasus
mark-up dan lelang banyak penyedia yang berminat untuk mengikuti pelelangan.
Baja Juga : Inilah Indikasi adanya Persekongkolan dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Harga Perkiraan Sendiri (HPS) adalah perhitungan biaya atas pekerjaan barang/jasa sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa, dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertanggung-jawabkan. Setiap pengadaan harus dibuat HPS kecuali pengadaan yang menggunakan bukti perikatan berbentuk bukti pembayaran, jadi HPS digunakan untuk pengadaan dengan tanda bukti perjanjian berupa dokumen kontrak arau SPK, kuitansi, dan surat perjanjian.
Manfaat dan Sumber Data Penyusunan HPS
Manfaat penyusunan HPS adalah :
a. alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya;
b. dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah untuk pengadaan;
c. dasar untuk negosiasi harga dalam Pengadaan Langsung dan Penunjukan Langsung;
d. dasar untuk menetapkan besaran nilai Jaminan Penawaran (1-3% dari HPS)
Contoh :
Nilai HPS suatu pekerjaan misalkan sebesar Rp. 1.000.000.000,-, Panitia pengadaan, menetapkan besarnya jaminan penawaran, misalkan sebesar 2% dari HPS/OE. Ini berarti penyedia barang/jasa harus menyampaikan jaminan penawaran senilai Rp. 20.000.000,- (berapapun harga penawaran yang disampaikan untuk pekerjaan tersebut)
e. dasar untuk menetapkan besaran nilai Jaminan Pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya lebih rendah dari 80% (delapan puluh perseratus) nilai total HPS.
CONTOH :
Nilai HPS suatu pekerjaan misalkan sebesar Rp. 10.000.000.000,- Penyedia barang/jasa menyampaikan penawaran harga (setelah terkoreksi) sebesar Rp. 7.000.000.000,- atau 70% dari HPS/OE. Kalau tanpa tambahan jaminan pelaksanaan, jumlah jaminan pelaksanaan = 5% x HPS= 5% x Rp. 10.000.000.000,- = Rp. 500.000.000,-.
Penyusunan HPS dikalkulasikan berdasarkan keahlian dan data-data yang bisa dipertanggungjawabkan. Data yang dipakai untuk menyusun HPS meliputi:
a. harga pasar setempat yaitu harga barang dilokasi barang diproduksi/ diserahkan/ dilaksanakan, menjelang dilaksanakannya pengadaan barang;
b. informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS);
c. informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
d. daftar biaya/tarif Barang yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal;
e. biaya Kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya;
f. inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah Bank Indonesia;
g. hasil perbandingan dengan Kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain;
h. norma indeks; dan/atau
i. informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk pemilihan Penyedia secara internasional, penyusunan HPS menggunakan informasi harga barang/jasa yang berlaku di luar negeri.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun HPS adalah :
a. HPS telah memperhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN); dan
b. HPS memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead yang dianggap wajar bagi Penyedia;
c. HPS tidak boleh memperhitungkan biaya tak terduga, biaya lain-lain dan Pajak Penghasilan (PPh) Penyedia.
d. nilai total HPS terbuka dan tidak rahasia.
e. riwayat HPS harus didokumentasikan secara baik.
f. HPS tidak dapat digunakan sebagai dasar perhitungan kerugian negara;
g. Tim Ahli dapat memberikan masukan dalam penyusunan HPS;
Dalam penetapan HPS harus memperhatikan jangka waktu penggunaan HPS, hal ini terkait dengan tingkat keakuratan data-data barang baik spesifikasi maupun harga. Oleh karena itu HPS ditetapkan :
a. paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran untuk pemilihan dengan pascakualifikasi; atau
b. paling lama 28 (dua puluh delapan) hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran ditambah dengan waktu lamanya prakualifikasi untuk pemilihan dengan prakualifikasi.
Sesuai dengan istilahnya bahwa HPS adalah perkiraan dan patokan semata sehingga yang paling mendasar dalam penyusunan HPS adalah bagaimana penyusun memahami karakteristik barang/jasa yang diadakan dan kecenderungan harga.
Pejabat PPK melakukan Mark up?
Bagi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sebagai pejabat yang menyusun dan menetapkan HPS ibarat makan buah simalakama. Yang mana apabila HPS lebih mahal dari harga pasar berpotensi MARK-UP, namun jika lebih rendah atau sama dengan harga pasar berpotensi tidak ada yang berminat untuk mengikuti lelang. Dampaknya adalah adanya gagal lelang dengan kata lain akan memperpanjang waktu pengadaan barang dan jasa.
Mengapa PPK menetapkan harga diatas harga pasar?. Berdasarkan pasal 66 ayat 8 Perpres 54 tahun 2010 jo Perpres 70 tahun 2012, HPS disusun dengan memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead yang dianggap wajar. Kewajaran yang dimaksud ini tanpa dibatasi nilai tertentu sehingga bagi PPK tentu secara aturan tidak salah jika menambah nilai keuntungan dengan prosentase atau nominal tertentu.
Jika semata-mata untuk menambah nilai keuntungan bagi penyedia tentu ini alasan yang tidak tepat, tetapi harusnya penambahan nilai keuntungan lebih ditekankan untuk menambah minat penyedia barang dan jasa untuk berkompetisi dalam pengadaan barang/jasa.
Misalnya berdasarkan daftar harga yang di publikasikan oleh toko online bhinneka.com , harga komputer yang tertera untuk satu spesifikasi tertentu seharga Rp.12.000.000,-. Berdasarkan harga tersebut, apabila PPK yang bertugas pada satuan kerja berlokasi di jakarta, akan menyusun HPS untuk pengadaan 200 unit komputer, berapa nilai HPS yang akan ditetapkan?
Rumus sederhana untuk menghitung HPS adalah
Harga satuan = analisa harga + keuntungan wajar
HPS sblm PPN = Harga satuan x volume
HPS = HPS sblm PPN + (HPS sblm PPN x 10%)
Berdasarkan rumusan tersebut, penyusunan HPS harus memperhitungkan komponen keuntungan wajar. Berapa batasan keuntungan yang wajar? Tentu PPK menetapkan dengan pertimbangan menghindari markup dan kurangnya minat penyedia. Definisi Mark-up adalah perbedaan antara biaya untuk menyediakan produk atau jasa, dengan harga jualnya. Tidak sama dengan marjin laba.
Pada dasarnya daftar harga yang dipublikasikan oleh sumber informasi yang berasal dari toko tentu sudah terdapat unsur keuntungan. Apabila dalam penyusunan HPS ditambah lagi dengan keuntungan, berdasarkan definisi diatas, dapat masuk dalam kategori markup .
Jika PPK menetapkan nilai keuntungan yang wajar adalah 5% dari harga yang dipublikasikan, berdasarkan contoh kasus diatas maka total HPS adalah
Harga satuan = 12.000.000 + (5%x12.000.000)
Harga satuan = 12.000.000 + 600.000
Harga satuan = 12.600.000,-
HPS sebelum PPN = 12.600.000 x 200 unit
HPS = 2.520.000.000
Dalam komponen HPS terdapat nilai uang sebesar Rp.600.000,- x 200 = 120.000.000,- sebagai nilai keuntungan disediakan untuk calon penyedia barang. Darimana cara kita memandang nilai kewajaran, margin 5% atau total nilai tambahan keuntungan Rp.120.000.000,-.
Bersalahkah PPK ?
Dalam batasan ini apakah PPK bersalah dalam menetapkah HPS? berdasarkan analisa, penetapan HPS tersebut tidak salah, karena PPK juga harus mempertimbangkan minat dari calon penyedia barang/jasa untuk mengikuti proses pelelangan. Tentu dengan asumsi bahwa dalam proses pelelangan tidak terjadi adanya KKN antara para penyedia barang dan jasa. Dengan kata lain terjadi persaingan yang sehat dan sempurna antar calon penyedia barang dan jasa dalam mengajukan penawaran.
Apabila harga ditetapkan terlalu rendah sehingga calon penyedia barang/jasa tidak berminat akan berdampak pada gagalnya tender/lelang. Tentu hal ini akan berdampak pada bertambahnya alokasi waktu untuk pelelangan dan molornya rencana penyelesaian pekerjaan.

Kamis, 04 April 2019

Harga Perkiraan Sendiri(HPS)


Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atau Owners Estimate (OE) adalah harga barang dan/atau jasa yang dihitung dan ditetapkan secara keahlian dan berdasarkan data (survei) yang dapat dipertanggung jawabkan.
 
HPS/Owners Estimate (OE)
Nilai total HPS bersifat terbuka dan bukan rahasia kecuali rincian HPS per item kegiatan/pekerjaan. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pada Pasal 66 ayat (5) butir a menyebutkan HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya. Lebih lanjut pada pasal 66 ayat (7) butir b dinyatakan bahwa Penyusunan HPS didasarkan pada data harga pasar setempat, yang diperoleh berdasarkan hasil survei menjelang dilaksanakannya pengadaan barang/jasa dengan mempertimbangkan informasi yang meliputi informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber lain yang dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian penyusunan HPS/OE merupakan salah satu kunci keberhasilan kegiatan pengadaan barang dan/atau jasa yang kredibel.
Apakah semua metode pengadaan barang/jasa memerlukan HPS? HPS tetap diperlukan untuk semua metoda pemilihan, kecuali kontes  dan sayembara.
Manfaat HPS 
  1. Alat untuk menilai kewajaran penawaran harga termasuk rinciannya
  2. Sebagai dasar menghitung nilai jaminan penawaran
  3. Sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah
  4. Sebagai dasar untuk menetapkan besaran Jaminan Pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya lebih rendah dari 80% nilai total HPS
Siapakah yang memiliki tugas menetapkan HPS?

Pasal 11 ayat (1) huruf a angka 2 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengatur bahwa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah memiliki tugas pokok dan kewenangan menetapkan rencana pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa yang meliputi: Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Namun demikian bila PPK tidak memiliki kecakapan atau kompeten, atau tidak memiliki waktu dalam penyusunan HPS maka dapat meminta bantuan/jasa dari konsultan untuk membuatkan/menyusun HPS. HPS yang dibuat oleh konsultan selanjutnya direview yaitu apakah sudah benar susunannya, hasil operasi perhitungannya dan diperbarui (updating) sesuai harga pasarnya.

Pengumpulan Data dalam Penyusunan HPS
Data-data atau informasi yang dapat digunakan untuk menyusun HPS adalah:
  1. Harga pasar setempat yaitu harga barang/jasa di lokasi barang/jasa diproduksi/diserahkan/dilaksanakan, menjelang dilaksanakannya pengadaan;
  2. Informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS);
  3. Informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
  4. Daftar biaya/tarif yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal;
  5. Biaya (yang tercantum) dalam kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya;
  6. Inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah Bank Indonesia.
  7. Hasil perbandingan dengan kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain;
  8. Perkiraan perhitungan biaya yang dilakukan oleh konsultan perencana (engineer’s estimate);
  9. Norma indeks; dan/atau informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
Informasi atau data dari hasil survei harga pasar setempat harus didokumentasikan dengan baik. Data atau catatan survei dapat berupa:
  • data tertulis berupa surat atau daftar harga dari penyedia
  • catatan pembicaraan telpon
  • SMS (short messages system) lengkap disertai kapan (tanggal dan jam penerimaan) dan darimana SMS tersebut dikirim
  • catatan hasil wawancara lisan
  • brosur dari distributor/agen resmi
  • data katalog dari penjual
  • fotocopy data BPS
  • print out data internet
  • nota/kuitansi pembelian 
  • data kontrak yang telah dilakukan dsb.
Sebagai contoh, jika PPK mencari informasi dengan komunikasi melalui telepon seluler (HP), chating kepada Toko X, Y dan Z, dan informasi yang diperoleh melalui SMS, dapat dicatat tanggal jam menit berapa, nama barang/jasa, sumber informasi (nama usaha dan nama orang pemberi informasi, jabatan pemberi informasi, harga barang/jasa, spesifikasi barang/jasa), harga tersebut sudah termasuk keuntungan atau belum, apakah ada biaya pengiriman/pemasangan, sudah termasuk PPN atau belum, ada potongan harga atau tidak untuk pembelian sejumlah tertentu dimaksud.

Data pasar tersebut tidak harus berupa jawaban tertulis dari obyek survei yang harus distempel. Data-data tersebut dikoleksi atau berupa catatan-catatan (kertas kerja) yang kemudian diwujudkan dalam tabel berupa Harga Perkiraan Sendiri. Jadi HPS dibuat secara profesional, yang dokumen HPS tersebut dilampiri kertas kerja perhitungan dan catatan mengenai informasi harga barang/jasa.
 
 
Ketentuan Umum dalam Penyusunan HPS
  1. HPS memperhitungkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
  2. HPS memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead maksimal 15%
  3. HPS tidak bolehmemperhitungkan biaya tak terduga, biaya lain-lain dan Pajak Penghasilan PPh Penyedia
  4. Nilai total HPS tidak rahasia
  5. Nilai rincian HPS rahasia, kecuali yang sudah ada dalam dokumen anggaran
  6. HPS tidak dapat digunakan sebagai dasar perhitungan kerugian negara
  7. HPS ditetapkan paling lama 28 hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran untuk pascakualifikasi dan ditambah masa prakualifikasi untuk pemilihan dengan prakualifikasi.
Standar Harga yang diterbitkan oleh Kepala Daerah tidak dapat dijadikan dasar untuk menghitung adanya kerugian Negara, demikian pula dengan HPS yang ditetapkan oleh PPK. Penyusunan HPS didasarkan pada data harga pasar setempat, yang diperoleh berdasarkan hasil survei menjelang dilaksanakannya Pengadaan (pasal 66 ayat (7), sehingga tidak dapat dijadikan dasar untuk menghitung kerugian Negara pada saat pemeriksaan dilakukan.

Bahan Bacaan
Perpres Nomor 54 Tahun 2010
Perpres Nomor 70 Tahun 2012


  1. TEKNIK DAN METODE
    PENYUSUNAN HARGA PERKIRAAN SENDIRI ( HPS )



    I. PENDAHULUAN
    A. LATAR BELAKANG.
    Dalam melakukan pengadaan barang/jasa di instansi pemerintah yang telah di atur dalam Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 sebagaimana telah mengalami perubahan 2 (dua ) kali, yaitu Keppres No. 61 tahun 2004 dan Keppres 32 Tahun 2005, perlu dibuat adanya Harga Perkiraan Sendiri ( HPS ) yang disusun oleh Panitia Pengadaan Barang/Jasa.
    Adapun maksud dan tujuan disusunnya HPS adalah supaya harga atau nilai proyek tersebut dalam batas kewajaran dan untuk menetapkan besaran tambahan nilai jaminan pelaksanaan bagi penewaran yang dinilai terlalu rendah.
    Sebelum dipersyaratkan pembuatan HPS/OE, yang menjadi tolok ukur harga penawaran, adalah harga yang wajar dan dapat dipertanggungjawabkan. Pengertian dari harga yang wajar dan dapat dipertanggungjawabkan ini agak abstrak, akibatnya setiap orang dapat menentukan besarnya yang wajar dan dapat dipertanggungjawabkan tersebut sesuai versi masing-masing (dipengaruhi latar belakang disiplin ilmu, bidang tugas dan motivasinya ). Hal tersebut sering terjadi perbedaan pendapat antara Aparat Pengawasan dengan Pengguna Barang/Jasa.
    Untuk menyatukan pola pikir/pandang dari setiap instansi/ orang terkait dengan pengadaan baang/jasa, maka dibuat tolok ukur dari harga yang wajar dan dapat dipertanggungjawabkan tersebut, yaitu dengan menyusun HPS yang dikalkulasikan secara keahlian dari setiap Pengguna Barang/Jasa yang melakukan pengadaan (pelelangan, pemilihan langsung dan Penunjukan langsung ).

    B. MAKSUD DAN TUJUAN PEMBUATAN HPS/OE.
    Maksud dan tujuan dibuatnya HPS ini adalah supaya harga proyek tersebut wajar (optimal) baik dari sisi pandang Pengguna Barang/Jasa maupun Penyedia Barang/Jasa. Dengan kata lain kegiatan Pengadaan Barang/Jasa tersebut terhindar adanya “Mark-Up”, dengan catatan ketentuan besarnya biaya tsb. telah memperhitungkan semua komponen biaya pengeluaran dan keuntungan penyedia baang/jasa dengan harga pasar yang wajar.
    C. FUNGSI HPS / OE.
    Fungsi Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dalam pengadaan utamanya adalah
    1. Untuk menetapkan besarnya Jaminan Penawaran bagi
      Penyedia Barang/Jasa ( antara 1 – 3 % HPS );
    2. Acuan untuk menilai kewajaran harga ( Harga Penawaran < 80 % HPS). Dalam hal terjadi ketidak wajaran harga penawaran/ harga penawran terkoreksi < 80 % HPS, maka Jaminan Penawaran ditambah menjadi sekurang-kurangnya 80 % HPS dikalikan persentase Jaminan Pelaksanaan yang ditetapkan dalam dokumen lelang.
    3. Acuan untuk menilai kemungkinan terjadi harga timpang dari harga penawaran penyedia barang/jasa untuk pelelangan dengan kontrak harga satuan;
    4. Acuan untuk menilai kewajaran harga untuk setiap item mata pembayaran dalam Pemilihan langsung dan Penunjukan Langsung, walaupun jumlah penawarannya sudah wajar, setiap item mata pembayaran yang ditawarkan pada prinsipnya tidak boleh lebih tinggi/ besar dari harga setiap item mata pembayaran yang ditetapkan dalam HPS/OE.
    D. PERLAKUAN HPS/OE.
    Pada prinsipnya HPS/OE tidak rahasia, dengan demikian dapat diumumkan (seyogyanya diumumkan pada saat pemberian penjelasan dokumen lelang. Sedangkan rincian perhitungan HPS/OE tersebut harus diembargo Pengguna Barang/Jasa hingga selesainya proses pengadaan (penandatanganan kontrak).

    II. PERHITUNGAN HPS/OE.
    A. PEMBUATAN HPS/OE
    1. Perhitungan HPS/OE dapat dilakukan oleh :
      • Konsultan.
        Hasil perhitungan Konsultan ini masih berstatus Engineers-Estimate (EE) ? Konsep Owners-Estimate yang disampaikan kepada Pengguna Barang/Jasa sebagai laporan akhir dari pelaksanaan tugasnya. Perthitungan dilakukan oleh konsultan disebabkan hal-hal sbb. :
        1. Persyaratan dalam penyediaan pendanaan;
          2). Pekerjaan yang berteknologi tinggi/rumit dan jumlah biaya proyek yang besar;
        2. Tidak tersedia tenaga ahli yang cukup (kemampuan dan waktu) dari personal instansi pengguna barang/
          jasa.
      • Perencanaan dari Instansi Pengguna Barang/Jasa.
        Hasil perhitungan Konsultan ini masih bersifat EE (konsep HPS/OE) yang disampaikan kepada Pengguna Barang/Jasa sebagai laporan pelaksanaan tugasnya. Perhitungan tersebut ditempuh agar proses pelelangan/ pengadaan dengan waktu yang tidak terlalu lama.
      • Panitia Pengadaan (Pelelangan, Pemilihan Langsung, Penunjukan Langsung).
        Hal tersebut di atas dilakukan, karena prinsip dalam pembuatan HPS/OE harus dilakukan secara keahlian (disiplin ilmu dan pengalaman) / sudah dapat dilakukan sendiri oleh Panitia tersebut.
    2. Penyusunan dan Penetapan HPS/OE.
      • Hasil perhitungan dari Konsultan dan institusi tersebut (1a dan 1b) di atas diserahkan Pengguna Barang/Jasa kepada Panitia Pengadaan untuk diperiksa/disusun sesuai ketentuan yang berlaku.
      • Hasil kerja Panitia (1c dan 2a) tersebut di atas disampaikan kepada Pengguna Barang/Jasa untuk ditetapkan menjadi HPS/OE.
      • HPS/OE dinyatakan sah apabila sudah ditandatangani Ketua Panitia Pengadaan (sebagai penyusun) dan ditandatangani Pengguna Barang/Jasa (sebagai yang menetapkan).
    B. MASUKAN DALAM PEMBUATAN HPS/OE.
    Dalam penyusunan HPS/OE harus mempelajari dan mengkaji secara cermat dari masukan-masukan di bawah ini :
    1. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (dan PO nya);
    2. Dokumen Pengadaan (Dokumen Lelang/Pemilihan Langsung / Penunjukan Langsung, Seleksi Umum / Terbatas / Langsung);
    3. Analisa harga satuan pekerjaan ybs. sewaktu pengajuan anggaran (RAB) dalam pengajuan DUP atau sejenisnya;
    4. Perkiraan perhitungan biaya oleh Konsultan/EE.
    5. Harga pasar setempat padawaktu menyusun HPS (kalau ada). Harga pasar setempat dapat berupa harga pasar lokal atau harga pasar regional/nasional dengan memperhitungkan biaya angkutan dan lain-lain biaya sesuai ketentuan yang berlaku.
    6. Harga kontrak/SPK untuk barang/pekerjaan sejenis setempat yang pernah dilaksanakan (kalau ada);
    7. Informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh BPS, Badan/Instansi lainnya dan media cetak yang dapat dipertanggungjawabkan;
    8. Harga/Tarif barang/jasa yang dikeluarkan oleh Pabrikan/ Agen Tunggal atau Lembaga independen;
    9. Daftar harga standar/Tarif biaya yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang (batas maksimum yang dapat ditolerir dalam penyusunan HPS/OE);
    10. Informasi lain yang dapat dpertanggungjawabkan.
    C. PENYUSUNAN HPS/OE UNTUK PEKERJAAN JASA PEMBORONGAN.
    1. Mengecek besarnya pagu dana dari DIPA/PO
      Besar Pagu Dana ini sebagai batas maksimum besarnya HPS (besarnya HPS < Pagu dana ).
    2. Mempelajari dokumen pengadaan, terutama yang menyangkut instruksi kepada penawar, syarat umum/khusus kontrak, gambar-gambar, spesifikasi teknis, dan meninjau kondisi lapangan.
      Tujuan pengecekan spesifikasi teknis dan gambar-gambar tersebut sebagai bahan untuk mengecek hasil perhitungan dalam EE/RAB. Dengan mempelajari/mengecek spesifikasi teknis, gambar-gambar dan kondisi lapangan pada saat penyusunan HPS, khususnya untuk kontrak lumpsum akan ditetapkan/ diputuskan tetap menggunakan/tidak menggunakan sepenuhnya volume pekerjaan, metode pekerjaan, yang digunakan dlam perhitungan EE/RAB. Jadi pada prinsipnya Perhitungan HPS tsb. adalah untuk penyesuaian harga atas EE/RAB akibat adanya perubahan harga pasar (bahan, upah tenaga kerja, harga peralatan) saat akan melakukan pengadaan.
    3. Harga satuan dasar dari bahan, upah dan alat bersumber dari harga pasasr saat perhitungan hingga di job-site. Dengan kata lain biaya angkutan hingga sampai ke job-site sudah diperhitungkan. Dalam hal tidak didapat harga pasar saat perhitungan konsep HPS tsb., dapat menggunakan harga-harga Kontrak/SPK sebelumnya dengan memperhitungkan perubahan harga berdasarkan indeks BPS.
    4. Sesudah lengkap semuanya tersebut butir G1, G2 dan G3 di atas, maka dihitung analisa harga untuk setiap mata pembayaran (pay-item) dengan menggunkan rumus baku yang sudah digunakan dalam perhitungan untuk mendapatkan RAB.
    5. Menghitung/menetapkan harga satuan, yaitu Analisa harga + 10 % untuk keuntungan.
    6. Dihitung jumlah biaya untuk setiap mata pembayaran yaitu jumlah volume x harga satuan.
    7. Dijumlah semua biaya untuk seluruh mata pembayaran dari pekerjaan yang akan dilaksanakan.
    8. Dihitung PPN yaitu 10 % x jumlah biaya untuk seluruh mata pembayaran.
    9. Besarnya HPS (Total harga pekerjaan) adalah jumlah biaya seluruh mata pembayaran + PPN 10 %.
    10. Perlu diketahui bahwa Harga Standar yang ditetapkan
      instansi yang berwenang harus > dengan harga yang
      digunakan dalam HPS.
    CATATAN : Dalam hal perhitungan HPS/OE ternyata hasil perhitungan nya lebih besar (>) dari Pagu Dana, dapat dilakukan dua hal yaitu :
    • Perubahan spesifikasi teknis, atau
    • Dalam hal sudah dilakukan perubahan spek masih > dari Pagu Dana, maka dilakukan Revisi PO/LK.

    D. PENYUSUNAN HPS/OE UNTUK PEKERJAAN PENGADAAN BARANG & JASA LAINNYA.
    1. Mengecek besarnya pagu dana dari DIPA/PO dan jenis/ jumlah barang yang akan diadakan.
      Besar Pagu Dana ini sebagai batas maksimum besarnya HPS (besarnya HPS < Pagu dana ).
    2. Mempelajari dokumen pengadaan, terutama yang menyangkut instruksi kepada penawar, syarat umum/khusus kontrak, spesifikasi teknis. Dari dokumen pengadaan tersebut akan diketahui jenis dan volume barang, yang selanjutnya mengecek di pasaran, merek barang apa saja yang memenuhi spesifikasi teknis. Dengan diketahui merek-merek barang tsb. akan dapat mengetahui harga barangnya. Perlu diinformasikan bahwa pada prinsipnya perhitungan HPS adalah untuk penyesuaian harga atas EE/RAB yang memenuhi spesifikasi teknis serta perubahan harga pasar dari waktu ke waktu.
    3. Harga satuan dasar barang ditetapkan dengan memperhatikan data sebagaimana diuaraikan pada butir 2 tersebut di atas, yaitu mengacu pada rata-rata dari seluruh barang yang memenuhi spesifikasi teknis.
      Dalam hal tidak didapat harga pasar saat perhitungan konsep HPS tersebut, dapat menggunakan harga-harga Kontrak/SPK sebelumnya dengan memperhitungkan perubahan harga berdasarkan indeks BPS.
    4. Menghitung/menetapkan harga satuan yaitu acuan harga yang ditetapkan pada butir 3 tsb. di atas dengan menaikan 10 % untuk keuntungan.
    5. Dihitung jumlah biaya untuk setiap item barang, yaitu jumlah barang (volume pekerjaan) x harga satuan.
    6. Dijumlahkan semua biaya untuk seluruh item barang yang diadakan.
    7. Dihitung PPN yaitu 10 % x jumlah seluruh biaya sebagimana tersebut pada butir 6 di atas.
    8. Besarnya HPS (Total harga pekerjaan) adalah Jumlah semua biaya untuk item barang yang akan diadakan + PPN 10%
    CATATAN : Dalam hal perhitungan HPS/OE ternyata hasil Perhitungannya lebih besar (>) dari Pagu Dana, dapat dilakukan dua hal yaitu :
    • Perubahan spesifikasi teknis, atau
    • Dalam hal sudah dilakukan perubahan spek masih > dari Pagu Dana, maka dilakukan Revisi PO/LK.
    E. PENYUSUNAN HPS/OE UNTUK PEKERJAAN JASA KONSULTANSI.
    1. Mengecek besarnya pagu dana dari DIPA/PO. Besar Pagu Dana ini sebagai batas maksimum besarnya HPS.
    2. Mempelajari dokumen pengadaan terutama instruksi kepada penawar, KAK/TOR, Surat Perjanjian (Kontrak). Dengan mempelajari KAK/TOR akan diketahui kualifikasi Tenaga Ahli yang diperlukan, data/fasilitas yang disediakan klien dan sistim pelaporan. Selanjutnya dilakukan pengecekan/ penyesuaian terhadap Tenaga Ahli, Fasilitas dan Sistim Pelaporan yang gunanya dalam penyusunan RAB sebelumnya.
    3. Komponen biaya untuk pekerjaan Jasa Konsultan terdiri dari Biaya Langsung Personil (Remuneration) dan Biaya Langsung Non Personil (Direct Reimbursable Cost).
      Biaya Langsung Non Personil < 40 % dari Total Biaya, kecuali untuk jenis pekerjaan konsultansi yang bersifat khusus (Pemetaan Udara, Survey Lapangan, Pengukuran, Penyedikan Tanah) dan pelatihan.
    4. Harga satuan untuk biaya Tenaga Ahli per-satuan waktu tertentu, disesuaikan dengan harga pasar yang ada atau menyesuaikan dengan berdasarkan Consumer Price Index (CPI) dari BPS. Kalau belum pernah ada ditempat tersebut dapat mengacu daerah terdekat dengan penyesuaian-penyesuaian dengan memperhatikan faktor tempat. Harga satuan non personil sesuai harga yang berlaku. Dengan kata lain tidak diperhitungkan tambahan untuk keuntungan.
    5. Dihitung jumlah biaya untuk setiap item pengeluaran untuk biaya langsung personil & biaya langsung non personil :
      • Untuk Biaya Langsung Personil =
        Jumlah Personil (sesuai disiplin ilmu/pengalaman) x
        Jumlah Waktu Penugasan x
        Imbalan Jasa per-satuan waktu.
        Untuk Team Leader yang membawahi 5 s/d 10 tenaga Ahli
        diperhitungkan tambahan imbalan 3 %,
        yang membawahi > 10 tenaga ahli tambahan imbalan 6 %.
      • Untuk Biaya Langsung Non Personil =
        Jumlah volume pekerjaan x harga satuan
    6. Dijumlahkan semua biaya untuk seluruh item pengeluaran.
    7. Dihitung PPN 10 % x Jumlah seluruh pengeluaran.
    8. Besarnya HPS adalah jumlah semua pengeluaran biaya +
      PPN 10 %.

    III. KESIMPULAN
    Setiap melakukan pengadaan barang/jasa harus disusun HPS/OE secara keahlian oleh Pengguna Barang/Jasa dengan memperhitungkan seluruh komponen biaya yang akan dikeluarkan dalam pelaksanaan kontrak beserta keuntungan 10 % (kecuali untuk pekerjaan jasa konsultansi) berdasarkan harga pasaran (pada saat penyusunan HPS/OE), serta PPN 10 %.

     HARGA PERKIRAAN SENDIRI DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH
    Oleh : Yeri Adriyanto *)
    Abstrak
    Pejabat Pembuat Komitmen adalah pejabat yang diangkat oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran sebagai pemilik pekerjaan, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang dan Jasa. Salah satu tugas Pejabat Pembuat Komitmen adalah membuat spesifikasi teknis dan harga patokan sendiri. Sebelum kegiatan pengadaan dilakukan/dimulai terlebih dahulu dilakukan dengan membuat Haga Perkiraan Sendiri, Harga Perkiraan Sendiri dibuat dengan melakukan survey harga pasar dengan membandingkan dua sumber/harga yang berbeda sehingga ditemukan harga yang wajar dengan kualitas barang yang baik sehingga Negara tidak dirugikan. Harga Perkiraan Sendiri dibuat sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah untuk pengadaan barang dan jasa, alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya. Nilai total Harga Perkiraan Sendiri bersifat terbuka dan tidak rahasia, tetapi rincian harga satuan bersifat rahasia.
    Kata Kunci : PPK, Harga Perkiraan Sendiri.
    Latar Belakang
    Sebelum menyusun harga perkiraan sendiri, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyusun spesifikasi barang (spek) Setelah spesifikasi ditetapkan selanjutnya pejabat yang berwenang dalam hal ini Pejabat Pembuat Komitmen, baru menyusun harga Perkiraan Sendiri (HPS) sesuai dengan Pasal 66 Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan barang dan Jasa Pemerintah secara rinci dan detail menegaskan fungsi HPS dalam proses pengadaan serta persyaratannya.
    Menurut hukum permintaan dan penawaran menyebutkan bahwa semakin tinggi permintaan maka akan semakin tinggi pula harga barang/jasa, semakin tinggi atau banyak penawaran maka harga akan semakin turun. Disisi lain ada faktor produksi, jumlah penyedia dan jumlah pembeli yang juga turut mempengaruhi. Hal ini menunjukkan bahwa harga didalam pasar sebagai indikator kompetisi.
    Kompetisi antar penyedia diyakini akan menjadi sarana efektif bagi user untuk mendapatkan barang/jasa yang dibutuhkan dengan kualitas optimal sesuai kemampuan dana yang tersedia. Maka dalam Perpres No 54 Tahun 2010 dalam pasal 5 menyebutkan tentang prinsip-prinsip pengadaan yaitu terbuka, transparan, bersaing, adil/tidak diskriminatif kemudian dibungkus akuntabilitas untuk menjaga trustatau kepercayaan semua pihak terhadap proses. Tujuan utamanya tentu mendukung tercapainya prinsip efektif dan efisien.
    Dalam kerangka kompetisi inilah kemudian HPS disusun. Pasal 66 ayat 5 huruf a menegaskan bahwa HPS digunakan sebagai alat menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya. Kemudian ayat 7 menambahkan bahwa HPS didasarkan pada harga pasar setempat terkini, dikaitkan dengan ayat 2 yaitu 28 hari kerja sebelum batas akhir pemasukan penawaran. Jadi dapat disimpulkan HPS adalah harga pasar setempat menjelang pelaksanaan pengadaan.
    Fenomena yang terjadi bahwa dalam pelaksanakan pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah banyak pejabat pengadaan yang kesulitan dalam dalam membuat HPS. Untuk membuat HPS minimal membandingkan dua harga yang berlaku di pasar, pada hal untuk menemukan harga yang wajar di pasaran tidak mudah. Satu-satu jalan adalah menentukan hps dengan cara membandingkan dua harga penawaran di perusahaan atau calon penyedia barang dan jasa.
    Kasus yang paling banyak menimpa dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa adalah kasus mark-up dan salah satu penyebabnya terletak pada penyusunan HPS. Menyusun HPS membutuhkan keahlian tersendiri. Selain harus memahami karakteristik spesifikasi barang/jasa yang akan diadakan, juga harus mengetahui sumber dari barang/jasa tersebut. Harga barang pabrikan tentu saja berbeda dengan harga distributor apalagi harga pasar.
    Yang paling sering terjadi, entah karena kesengajaan atau karena ketidaktahuan, PPK menyerahkan perhitungan HPS kepada penyedia barang/jasa atau malah kepada broker bin makelar yang melipatgandakan harga tersebut untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok. PPK langsung mengambil harga tersebut tanpa melakukan check and recheck lagi. Akibatnya, pada saat pengadaan selesai dan dilakukan pemeriksanaan oleh aparat hukum, ditemukan mark-up harga dan mengakibatkan kerugian negara. Lagi-lagi karena ketidaktahuan dan keinginan kerja cepat dan tidak teliti menjerumuskan PPK ke ranah hukum.
    Berdasarkan hal tersebut di atas, maka kami membuat karya tulis ilmiah yang berkenaan dengan penyusunan harga patokan sendiri dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
    B. Permasalahan
    Bagaimana teknik menyusunan HPS yang baik dan benar yang tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku?
    C. Tujuan
    Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, memiliki kompleksitas dan aturan yang mengikat berdasarkan Peraturan Perundang Undangan, salah satu hal utama didalam system pengadaan adalah Penyusunan HPS, dimana Setiap pengadaan harus dibuat HPS untuk melakukan evaluasi harga penawaran barang dan jasa dengan demikian tujuan penyusunan HPS adalah untuk mendapatkan harga penawaran yang wajar , dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dilaksanakan oleh rekanan sesuai dengan ketentuan kontrak. Kecermatan dalam penyusunan HPS akan berdampak positif bagi pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa disetiap instansi Pemerintah. Oleh karena itu diperlukan teknik dan metode yang tepat didalam menyusun HPS berdasarkan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan barang dan Jasa Pemerintah.
    II. KERANGKA TEORI DAN PEMBAHASAN
    A. Harga Perkiraan Sendiri
    HPS adalah perkiraan biaya atas pekerjaan barang/jasa sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa, dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan (Pedoman Penyusunan Spek dan HPS, BP-ULP Undip : 2014). Nilai total HPS terbuka dan tidak rahasia. Yang dimaksud dengan nilai total HPS adalah hasil perhitungan seluruh volume pekerjaan dikalikan dengan Harga Satuan ditambah dengan seluruh beban pajak dan keuntungan (Perpres 54 Tahun 2014, hal : 150) Berdasarkan HPS yang ditetapkan oleh PPK, ULP/Pejabat Pengadaan mengumumkan nilai total HPS. Rincian Harga Satuan dalam perhitungan HPS bersifat rahasia.
    HPS digunakan sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dan Pengadaan Jasa Konsultansi yang menggunakan metode Pagu Anggaran. Meskipun batas atas penawaran dengan evaluasi kualitas dan biaya adalah pagu, namun HPS tetap diumumkan ( http://boekang.blogspot.com/2012 )
    Harga Perkiraan Sendiri (HPS) harus memperhitungkan biaya seluruh omponen agar tujuan dari pengadaan barang/jasa dipenuhi dengan efisien dan efektif. Untuk pengadaan barang tidak ada ketentuan mengenai batas atas keuntungan yang wajar. HPS bukan merupakan alat untuk menilai kewajaran harga. Perhitungan HPS harus dilakukan dengan cermat, dengan menggunakan data dasar dan mempertimbangkan harga pasar setempat pada waktu penyusunan HPS. RAB pada TOR/KAK dan Standar Harga yang ditetapkan Kepala Daerah hanya digunakan untuk menyusun anggaran, sedangkan HPS diperoleh dari hasil survei pasar terkini.
    Sesuai dengan pasal 66 ayat (7) Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan barang dan Jasa Pemerintah menyebutkan bahwa penyusunan HPS didasarkan salah satunya adalah harga pasar setempat yang didapat dari beberapa sumber informasi, Standar harga satuan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah/Lembaga tidak dapat dijadikan dasar dalam penyusunan HPS, namun hanya digunakan untuk penyusunan RAB pada saat pengajuan anggaran. ULP dilarang menambah klausul mengenai harga wajar maksimal harus sesuai dengan Standar Harga Kepala Daerah/Lembaga tertentu. Meskipun demikian bilamana standar tersebut sudah dituangkan dalam DPA, maka penetapan HPS dan rinciannya tidak boleh melebihi Standar Harga Bupati. Mengingat HPS digunakan sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah (pasal 66 ayat (5) huruf b), dan tidak boleh melampaui pagu yang tersedia (pasal 13).
    Karena jenis barang/pekerjaan cukup beragam, maka format penetapan HPS disesuaikan dengan sifat dan ruang lingkup pekerjaan yang dikompetisikan. HPS tetap diperlukan untuk semua metoda pemilihan, kecuali kontes dan sayembara.
    HPS disusun dengan memperhitungkan keuntungan dan biaya overhead yang dianggap wajar. Seperti kita ketahui bersama penyusunan HPS ini dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan dan riwayat penyusunan HPS harus didokumentasikan dengan baik oleh PPK. Komponen HPS meliputi:
    1. Harga Pasar Setempat yaitu harga barang/jasa di lokasi barang/jasa diproduksi/diserahkan/dilaksanakan, menjelang dilaksanakannya Pengadaan Barang/Jasa;
    2. Informasi Biaya Satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS);
    3. Informasi Biaya Satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
    4. Daftar Biaya/Tarif Barang/Jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal;
    5. Biaya Kontrak sebelumnya atau yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya;
    6. Inflasi tahun sebelumnya, suku bunga berjalan dan/atau kurs tengah Bank Indonesia;
    7. Hasil perbandingan dengan Kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi lain maupun pihak lain;
    8. Perkiraan Perhitungan Biaya yang dilakukan oleh Konsultan Perencana ( Engineer’s Estimate );
    9. Norma Indeks; dan/atau
    10. Informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan (Perpres 54 Tahun 2010 pasal 66 ayat 7 (a-i).
    B. Tahapan Penysunan HPS Barang, Konstruksi dan Konsultansi
    1. Mengecek besarnya pagu dana dari DIPA/PO
    2. Mempelajari dokumen perencanaan umum (DIPA/DPA, KAK dan RAB)
    3. Mengecek harga satuan yang berlaku dipasar, harga satuan bahan, upah dan alat (jasa konstruksi), menghitung komponen biaya (biaya langsung personil dan biaya langsung non personil) (jasa konsultansi)
    4. Menghitung/menetapkan harga satuan, menghitung analisa harga untuk setiap mata pembayaran (jasa konstruksi) dan menghitung harga satuan untuk biaya tenaga ahli persatuan waktu tertentu (jasa konsultansi)
    5. Menjumlahkan semua biaya untuk seluruh mata pembayaran, menetapkan harga satuan (jasa konstruksi), menghitung jumlah biaya untuk setiap item pengeluaran (jasa konsultansi)
    6. Menghitung jumlah biaya untuk setiap mata pembayaran, menghitung jumlah biaya untuk setiap item pembayaran (jasa konstruksi) dan menjumlahkan semua biaya untuk seluruh item pembayaran (jasa konsultansi)
    7. Menjumlahkan semua biaya untuk seluruh mata pembayaran (jasa konstruksi)
    8. Menghitung PPN dan menentukan HPS
    C. Penetapan Harga Perkiraan Sendiri
    Penetapan HPS dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen. Untuk menentukan HPS pengadaan barang/jasa lainnya, maka dilakukan studi kelayakan (pasar) untuk mencari harga yang terendah dengan kualitas baik, maka PPK bisa menugaskan petugas berdasarkan surat tugas untuk melakukan survey harga pasar. Yang menandatangan hasil survey pasar adalah petugas yang melakukan survey/ petugas yang di perintahkan berdasar SK atau surat tugas dari PPK/PA/KPA.. PPK bertanggung jawab untuk menetapkan HPS , apabila satuan kerja PPK tidak memiliki pegawai yang menguasai teknis konstruksi maka PPK dapat meminta bantuan tenaga ahli (konsultan perencana) untuk menyusun HPS.
    Sesuai dengan pasal 66 ayat (7) penyusunan HPS didasarkan salah satunya adalah harga pasar setempat yang didapat dari beberapa sumber informasi, Standar harga satuan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah/Lembaga tidak dapat dijadikan dasar dalam penyusunan HPS, namun hanya digunakan untuk penyusunan RAB pada saat pengajuan anggaran. ULP dilarang menambah klausul mengenai harga wajar maksimal harus sesuai dengan Standar Harga Kepala Daerah/Lembaga tertentu. Meskipun demikian bilamana standar tersebut sudah dituangkan dalam DPA, maka penetapan HPS dan rinciannya tidak boleh melebihi Standar Harga Bupati. Mengingat HPS digunakan sebagai dasar untuk menetapkan batas tertinggi penawaran yang sah dan dalam pasal 66 ayat (5) huruf b) menyebutkan bahwa dasar untuk menetapkan batas penawaran teetinggi yang sah untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dan pengadaan jasa konsultansi yang menggunakan metode pagu anggaran, dan tidak boleh melampaui pagu yang tersedia (pasal 13). Di samping itu HPS juga digunakan sebagai dasar untuk menetapkan besaran nilai jaminan pelaksanaan bagi penawaran yang nilainya lebih rendah dari 80 % dari nilai total HPS.
    Karena jenis barang/pekerjaan cukup beragam, maka format penetapan HPS disesuaikan dengan sifat dan ruang lingkup pekerjaan yang dikompetisikan. HPS tetap diperlukan untuk semua metoda pemilihan, kecuali kontes dan sayembara.
    HPS dapat ditentukan dari nilai tertinggi, nilai tengah (median), nilai yang paling banyak muncul (modus) atau rata-rata (mean) dari hasil survei, sepanjang nilai tersebut diyakini dapat dipenuhi lebih dari 3 calon penyedia (bukan 3 produk). Nilai tersebut sudah termasuk keuntungan, overhead, dan pajak.
    HPS jasa konsultansi terdiri dari komponen Biaya Langsung Personil (Remuneration), Biaya Langsung Non Personil (Direct Reimbursable Cost, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Penyusunan HPS Biaya Langsung Personil tenaga ahli dapat bersumber dari informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan, antara lain INKINDO (pasal 66 ayat (7) b).
    Namun dalam proses pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi harus dilakukan negosiasi teknis dan biaya sehingga diperoleh harga yang sesuai dengan harga pasar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan (pasal 41 ayat (2))
    Sedangkan penyusunan HPS untuk biaya non personil disesuaikan dengan ruang lingkup dan metodologi pekerjaan untuk mendukung pelaksanaan tugas penyedia jasa konsultansi tersebut. Harga Satuan Pekerjaan untuk biaya non personil jasa konsultansi dapat pula mengacu kepada Standar Biaya Umum yang ditetapkan Menteri Keuangan setiap tahun.
    D. Kegunaan HPS
    1. HPS digunakan untuk pengadaan dengan bukti tanda perjanjian berupa kuitansi, SPK dan surat perjanjian
    2. Alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya;
    3. Sebagai batas tertinggi dari penawaran; Semua penawaran dari penyedia barang/jasa dalam suatu pengadaan barang jasa akan digugurkan bila melebihi HPS dari yang ditentukan. Kecuali dalam pengadaan jasa konsultansi karena masih ada negosiasi.
    4. Dasar untuk menetapkan besaran nilai jaminan penawaran apabila penyedia barang/jasa berkeinginan untuk mengikuti proses pengadaan barang dan jasa sebesar 1-3 % dari nilai HPS.
    5. Nilai penawaran terkoreksi antara 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 100% (seratus persen) dari nilai total HPS, Jaminan Pelaksanaan adalah sebesar 5% (lima persen) dari nilai Kontrak dan nilai penawaran terkoreksi dibawah 80% (delapan puluh persen) dari nilai total HPS, besarnya Jaminan Pelaksanaan 5% (lima persen) dari nilai total HPS.
    6. Dasar untuk menetapkan harga satuan timpang
    7. Dasar untuk menetapkan besaran jaminan sanggah banding
    E. Metode Penyusunan HPS
    1. Metode Analogi
    Perkiraan biaya dengan cara membandingkan dengan pengadaan barang dan jasa sejenis. Metode ini digunakan pada tahap awal (misalnya saat menyusun RUP barang/jasa oleh KPA/PA) dalam hal tidak tersedia informasi biaya yang memadai untuk melakukan analisis biaya yang agak rinci, jika terdapat perbedaan yang sangat mencolok konsultasikan dengan para pakar/ahli untuk mendapatkan saran.
    Contoh soal :
    Hitung dengan meto9de analogi : pengadaan system pembayaran gaji untuk 5.000 orang dan 100 line rincian. Lembaga lain sudah pernah melakukan untuk 100 line bagi 2.000 orang seharga Rp. 20 milyard. Ahli IT di kantor mengatakan bahwa system yang akan dibangun 25 % lebih rumit dibandingkan system di lembaga tersebut.
    Jawab :
    Perkiraan biaya untuk system baru (dari sisi kerumitan) sama-sama 100 line (125% x Rp. 20 milyard) = Rp. 25 milyard.
    Perkiraan biaya untuk system baru (dari sisi jumlah pengguna 5.000 orang) : (5.000/2.000) x Rp. 25 milyard = Rp. 62,5 milyard.
    2. Metode Parametrik
    Perkiraan biaya dengan cara melihat hubungan matematis antar dua variable, yakni menghubungkan independent variable dengan dependent variable. Independent variable merupakan faktor-faktor yang secara spesifik memiliki hubungan kuat dengan biaya total (dependent variable). Biaya berbentuk kurva atau rumusan matematis (y = ax atau y = ax + b)
    3. Metode Indek Harga
    Metode indek harga merupakan angka perbandingan antara harga pada suatu waktu (bulan/tahun) tertentu terhadap harga pada waktu (bulan/tahun) yang digunakan sebagai dasar. Rumus :
    Harga saat A = harga saat B x indeks saat A/indeks saat B
    4. Metode Faktor
    Metode faktor memakai asumsi bahwa terdapat angka korelasi (faktor) di anntara harga peralatan utama dengan komponen-komponen yang terkait. Disini, biaya komponen tersebut dihitung dengan cara memakai faktor perkalian terhadap harga peralatan utama.
    G. Teknik Penyusunan HPS
    Teknik untuk penyusunan HPS/OE dapat dilakukan dengan beberapa metoda/cara, antara lain harga pasar, data kontrak di masa lalu, perhitungan Cost of Goods Sold (COGS ), harga dari pabrikan, metoda Delphi maupun referensi harga lainnya seperti standar Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (INKINDO) ataupun Standar Biaya Umum (SBU) masing-masing daerah/institusi. Perhitungan-perhitungan didalamnya adalah termasuk komponen biaya – biaya, perhitungan Cost of Goods Manufactured , Perhitungan Cost of Goods Sold, Perhitungan biaya material dengan metode First in First Out (FIFO ), Last In First Out (LIFO ) ataupun Weight Average . Penyusunan HPS/OE juga harus mempertimbangkan analisa titik pulang pokok atau Break Event Point (BEP) Analysis dengan perhitungan komponen Fixed Cost , Variable Cost maupun Sales (Devi Widiawati : ULP Untirta).
    Contoh Penyusunan HPS Pengadaan Barang
    Sebelum menyusun HPS harus memerhatikan beberapa hal, antara lain menetapkan harga satuan : data harga satuan atau analisa harga satuan berdasarkan harga dasar dengan memperhitungkan keuntungan dan biaya umum, dihitung jumlah biaya untuk setiap item barang, yaitu jumlah volume barang x harga satuan, dijumlah semua biaya untuk seluruh item barang yang akan diadakan, dihitung PPN yaitu 10 % x jumlah semua biaya untuk seluruh item barang dan total harga pekerjaan HPS/OE ialah jumlah biaya seluruh item barang + PPN 10%.
    Contoh 1:
    HARGA PERKIRAAN SENDIRI
    PENGADAAN BARANG
    PA/KPA : Kepala Dinas…
    K/L/D/I : ……….
    Satker : Dinas
    PPK : Drs…….
    Pekerjaan : Pengadaan barang ….
    Lokasi : Kota….
    Tahun anggaran : 2014
    NO.Uraian Unit/SatuanVolume Harga Satuan Jumlah
    I Biaya Pengadaan barang
    1 Jenis barang sesuai dgn spesifikasi buah 1 1,000,000 1,000,000
    2 Jenis barang sesuai dgn spesifikasi set 2 1,000,000 2,000,000
    3 Jenis barang sesuai dgn spesifikasi unit 3 1,000,000 3,000,000
    4 dst (sesuai dgn jmh brg yg akan diadakan) … 4 1,000,000 4,000,000
    Jumlah sub I 10,000,000
    II Biaya Pemasangan dan Uji Coba –
    1 Tenaga ahli pemasanganorg 1 1,000,000 1,000,000
    2 Tenaga pendukung org 2 1,000,000 2,000,000
    3 Sewa peralatan bantu …. 3 1,000,000 3,000,000
    4 Pembelian bahan/material yg diperlukan unt uji coba … 4 1,000,000 4,000,000
    Jumlah sub II 10,000,000
    III Biaya transportasi 20,000,000
    1 Transport kapal … 1 1,000,000 1,000,000
    2 Transport lokal 2 1,000,000 2,000,000
    Jumlah sub III 3,000,000
    IV Biaya Pelatihan –
    1 Biaya pelatihan 1 1,000,000 1,000,000
    Jumlah Sub IV 1,000,000
    Jumlah total 24,000,000
    PPN 10% 2,400,000
    Jumlah biaya 26,400,000
    Contoh 2
    Perhitungan HPS per 1 Maret 2014 u8ntuk pe3ngadaan computer laptop merek PQR sebanyak 120 unit dan printer ABC sebanyak 10 unit. Data survey adalah:
    1. Komputer laptop merek PQR, harga satuan yang dikeluarklan oleh suatu departemen 8 juta, harga survey beberapa toko 7 juta.
    2. Komputer laptop spesifikasi core2Duo T6400, 2GB DDR2, 250GB HDFD, DVDRW, 56 K Modem, GbE NIC, Wifi, Bluetooth, Fingerprint, VGA Intel GMA 4500 317 MB (shared), Camera, 12.1” WXGA, Win 8.
    3. Printer ABC, harga satuan yang dikeluarha oleh suatu departemen 6 juta, harga pabrikan 5 juta
    4. Printer ABC, spesifikasi A4, 120×1200 dpi, 27 ppm, 1×50 Tray , 1×250 tray, NIC, USB
    5. PPK. Drs. Agung
    No. SpesifikasiJumlah Harga Satuan Jumlah 1 Komputer laptop spesifikasi core2Duo T6400, 2GB DDR2, 250GB HDFD, DVDRW, 56 K Modem, GbE NIC, Wifi, Bluetooth, Fingerprint, VGA Intel GMA 4500 317 MB (shared), Camera, 12.1” WXGA, Win 8. Termasuk ongkos kirim 120 7,000,000840,000,000
    2 Printer ABC, spesifikasi A4, 120×1200 dpi, 27 ppm, 1×50 Tray , 1×250 tray, NIC, USB. Temasuk Ongkos kirim 10 5,000,000 50,000,000
    Jumlah 890,000,000
    PPN 10 % 89,000,000
    Total 979,000,000
    Kesimpulan
    1. Untuk menghindari mark-up harga, maka yang harus dilakukaan oleh PPK adalah melakukan studi kelayakan harga pasar sebagai syarat untuk menentukan HPS. Sebaiknya survey dilakukan pada salah satu distributor/agen barang. Dengan demikian nilai total HPS = hasil keuntungan seluruh volume dikalikan harga satuan, ditambah dengan beban pajak dan keuntungan, yang dimakud adalah : a). harga satuan = harga pasar secara riil/nyata, b). keuntungan dan overhead maksimal 10 % dan c). beban PPN 10%.
    2. Untuk menghindari ketidaktauan permasalahan tentang HPS, maka PPK (dibantu oleh tim) dalam membuat HPS sebaiknya dilakukan sendiri tanpa meminta bantuan pihak penyedia dalam membuat HPS, PPK bisa mendapatkan informasi yang lengkap dalam pembuatan HPS bisa melalui informasi biaya satuan yang dipublikasikaan secara resmi oleh BPS, informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait, daftar/tarif barang/jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal, biaya kontrak sebelumnya atau sedang berjalan, dan sebagainya. Dengan sumber informasi yang ada seharusnya PPK tidak kesulitan dalam menyusun HPS, karna dengan membuat HPS sendiri (tanpa minta bantuan rekanan), maka harga yang kita buat bisa dipertanggung jawabkan bila dikemudian hari ada pemeriksaan dari pihak pemeriksa fungsional eksternal.
Memuat